Allöh berfirman, “Seorang hamba melakukan dosa dan berdo’a, ‘Ya Robbi, aku telah melakukan dosa maka ampunilah aku.’
Robbnya berfirman, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Robb yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu”
Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu hingga masa yang telah ditentukan Allöh, hingga orang itu kembali melakukan dosa yang lain. Orang itupun kembali berdo’a, ‘Ya Robbi, aku kembali melakukan dosa, maka ampunilah dosaku.’

Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu hingga masa yang telah ditentukan Allöh, hingga orang itu kembali melakukan dosa yang lain. Orang itupun kembali berdo’a, ‘Ya Robbi, aku kembali melakukan dosa, maka ampunilah dosaku.’
Allöh berfirman, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Robb yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu’... dan silahkan dia melakukan apa yang dia mau...” [Diriwayatkan oleh al-Bukhori dan Muslim lihat: al-Lu’lu’ wa al-Marjan (1754) dan lihatlah: Fathul Baari juz 13 hal. 46 dan setelahnya]
Ini fenomena yang umum terjadi, di masa sekarang ini, dimana senantiasa terjadi tarik-menarik antara kubu para pelaku dosa dan kubu orang-orang yang bertaubat. Masing-masing kubu bersenang hati menerima kehadiran kembali seseorang yang selama ini berpisah dari mereka. Orang-orang yang bertaubat senang menerima hadirnya pelaku dosa yang kembali bertaubat atas dosa-dosanya. Begitu pula, para pelaku dosa akan riang gembira menyambut orang sholih yang kembali menggeluti dosa-dosa lainnya.
Maka, begitu banyak orang yang menjadi korban tarikm-menarik itu. Berapa banyak orang sholih yang akhirnya terjebak dalam dosa, yang dari dosa itu dahulu ia pernah bertaubat. Dan sayangnya, itu terjadi berkali-kali sepanjang hidupnya. Namun, selama ia tulus bertaubat dan ingin memperbaiki diri, tak ada istilah pintu taubat tertutup baginya, selama nyawa belum sampai di kerongkongan, atau matahari belum terbit dari arah barat.
Namun, sekali lagi, hadits itu bukanlah dalil bagi seseorang untuk menunda-nunda taubat, atau meremehkan urusan dosa. Tapi ini fenomena yang bisa saja terjadi pada seseorang, tanpa ia sendiri menginginkannya. Dan bila itu terjadi, ia tidak boleh berhenti bertaubat, selama hayat masih dikandung badan.
Imam Al Qurthubi menjelaskan, ”Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah: kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari ketika pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu ia berarti melanggar taubatnya. Tapi kembali melakukan taubat adalah lebih baik dari taubatnya yang pertama, karena ia berarti terus meminta kepada Allöh Yang Maha Pemurah, terus meminta kepada-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain Allöh...” [Lihat Fathul Baari: 14 : 471. Cetakan: Darul Fikr al Mushawirah As-Salafiyyah]
Sekali lagi, kita sama sekali tidak berhak menunda-nunda taubat, dengan berpegang pada kemurahan Allöh, rahmat dan ampunan Allöh. Allöh memang Maha Pemurah, tapi Allöh juga Maha Perkasa, Maha Hebat siksa-Nya. Kita harus sadar, bahwa kapanpun maut bisa saja menjemput kita.
disarikan dari: http://ummuyahyakdr.blogspot.com/2009/08/bertaubatlah-meski-berkali-kali.html