Minggu, 31 Januari 2010

Tobatnya Shahabat Anshar yang Melihat Wanita Mandi

Kisah ini disalin apa adanya dari http://eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/tobatnya-shahabat-anshar-yang-melihat-wanita-mandi.htm oleh Ustadz Mashadi
------------------------------------------------------------------------------------

Betapa generasi shalafus shalih telah melahirkan orang-orang yang terbaik di zamannya, yang sangat sulit akan ditemukan di zaman ini. Seperti diriwayatkan dari jabir bin Abdullah al Anshari radhiyallahu anhu: “Ada seorang pemuda Anshar masuk Islam, bernama Tsa’labah bin Abdurrahman”, ucapnya. Pemuda itu sangat senang dapat melayani Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Suatu ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk suatu keperluan, maka pemuda itu melewati sebuah pintu rumah lelaki Anshar, dan pemuda itu melihat seorang wanita Anshar sedang mandi. Lalu, pemuda yang bernama Tsa’labah itu, takut kalau Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan memberitahukan tentang perbuatannya, maka ia pun lari sekencang-kencangnya menuju gunung-gunung yang ada antara Mekah dan Madinah untuk bersembunyi.

Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kehilangan Tsa’labah selama empat puluh hari, maka turunlah Jibril alaihis sallam kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam dan berfirman kepadamu , “Sesungguhnya ada seorang lekaki dari umatmu telah berada di gunung-gunung ini memohon perlindungan kepada-Ku”.

Maka, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Wahai Umar dan Salman carilah Tsa’labah bin Abdurrahman dan bawalah ia kepadaku”. Selanjutnya, Umar bersama dengan Salman berjalan keluar dari jalan-jalan Madinah, dan bertemu dengan seorang pengembala di Madinah bernama Dzufafah, dan Umar bertanya kepadanya, “Apakah kamu tahu seorang pemuda yang berada di gunung ini, namnya Tsa’labah?”. Dzufafah menjawab, “Barangkali maksudmu adalah lelaki yang lari dari neraka jahanam?”. Umar bertanya, “Apakah yang kamu maksudkan bahwa ia lari dari neraka jahanam?”.

Dzufafah menjawab, “Karena, jika di waktu malam telah tiba, maka ia datang kepada kami dari tengah gunung-gunung ini dengan meletakkan tangannya diatas kepalanya sambil berteriak, “Wahai, seandainya, Engkau cabut nyawaku, dan Engkau matikan tubuhku, dan tidak membiarkan untuk menunggu keputusan takdir-Mu”. Dan, Umar menjawab, “Dialah lelaki yang kami maksudkan”, ucapnya. Kemudian, Umar datang kepadanya dan mendekapnya, dan Tsa’labah bekata, “Wahai Umar. Apakah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, tahu tentang dosaku?”. Umar menjawab, “ Saya tidak tahu, hanya kemarin beliau menyebutmu, lalu menyuruhku dengan Salman mencarimu”. Tsa’labah berkata, “Wahai Umar, janganlah engkau bawa aku kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali beliau sedang shalat. Maka, Umar segera kedalam barisan shalat bersama dengan Salman. Dan, ketika Tsa’labah mendengar bacaan Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam jatuh pingsan.

Ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah salam, Beliau bersabda, “Wahai Umar, wahai Salman apa yang dilakukan Tsa’labah?”. Keduanya menjawab, “Ini dia Rasulullah”. Kemudian, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri menggerak-gerakan badan Tsa’labah, dan membangunkannya”. Lalu, Rasulullah bertanya, “Mengapa engkau menghilang dariku?”. “Dosaku sangat besar, wahai Rasulullah”, ucap Tsa’labah. Dan, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Tidakkah aku pernah tunjukkan kepadamu ayat yang menerangkan penghapusan dosa dan kesalahan”. “Ya, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Bacalah”. “ …Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. (al-Baqarah : 201).

Tsa’labah berkata, “Wahai Rasulullah, dosaku sangat besar”. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bahkan firman Allahlah yang paling besar”. Kemudian, beliau menyuruhnya pulang ke rumahnya. Sejak itu, Tsa’labah sakit selama delapan hari, kemudian datang Salman kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata, “Wahai Rasulullah, sudah tahukah engkau berita tentang Tsa’labah? Sesungguhnya, ia sedang sakit keras, karena perasaan dosanya”. “Marilah kita menjenguknya”, ucap Rasulullah.

Sesudah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, sampai di rumah Tsa’labah, meletakkan kepala Tsa’labah diantas pangkuannya. Tetapi, setiap kepalanya diletakkan dipangkuan Rasulullah, selalu Tsa’labah menggesernya. “Kenapa kamu geserkan kepalamu dari pangkuanku?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Kapalaku penuh dengan dosa, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya , “Apakah yang kamu lakukan?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Seperti rayap dan semut berada diantara tulang, daging dan kulitku”, jawab Tsa’labah. “Apakah yang kamu senangi?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Ampunan Tuhanku”, jawab Tsa’labah.

Kemudian, Jabir berkata, “Ketika itu turunlah Jibril Alaihisallam, mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam padamu, dan berfirman, “JIka hamba-Ku ini menemui-Ku dengan dosa sejengkal tanah, maka Aku akan menemui dengan sejengkal ampunan”. Ketika itu, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahu Tsa’labah, dan seketika itu, Shahabat Tsa’labat menjerit, karena senang, dan kemudian meninggal.

Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyuruh para Shahabat lainnya,memandikan dan mengkafaninya. Ketika, beliau meshalatinya, belaiu datang berjalan dengan merangkak. Ketika dimakamkan, beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, kami melihatmu berjalan merangkak”. Kemudian, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan haq, aku tidak bisa meletakkan kakiku diatas bumi, karena banyaknya malaikat yang turun mengantarkan jenazah Tsa’labah”.  Wallahu’alam.

Rabu, 27 Januari 2010

Kudapati Mereka Bersyukur Ketika Sakit

Kudapati ia seorang yang mengalami kebutaan ketika usianya masih belum tua. Di saat yang lain kudapati  orang yang berusia sebaya dengan ayahku, ditimpa penyakit kanker dan aneka penyakit "orang kota" lainnya. Sementara di waktu yang lain, seorang yang masih muda, usianya masih 20-an, tetapi kelumpuhan sudah menjalar di tubuhnya sehingga tergeletak di kasur menjadi kesehariannya.

Herannya...
dari mulut-mulut mereka tak kudapati rasa marah, jengkel, murka atau semacamnya akibat penyakit yang mereka derita. Justru wajah-wajah yang tersenyum, kesabaran dan rasa syukur yang kudapati dari mereka. Subhanalloh, sungguh banyak pelajaran yang kuambil dari kisah-kisah mereka.

Jawabannya: ternyata mereka berpegang teguh pada janji Tuhannya.

“Di antara manusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ditimpa suatu bencana berbaliklah ia ke belakang. Ia rugi dunia dan akhirat” [Al-Hajj : 11]

“Bersabarlah kalian, sesunguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar” [ Al-Anfal : 46]

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit atau sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya, seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhori)

Inilah motivasi supaya kita bersyukur akan ujian penyakit yang menimpa kita, kita meyakini sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam di atas sehingga kita semakin bersyukur atas ujian penyakit yang ditimpa oleh kita. Bahkan hanya sekedar keletihan, kecapaian, atau tertusuk duri yang kecil, semua itu dapat menghapuskan dosa kita, sebagaimana sabdanya shallahu’alaihi wasallam.

“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanaan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahan nya.” (HR. Bukhari).

Wallahu alam

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA

[1]. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.

“Artinya : Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ (2)

[2]. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:

“Artinya : Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” (3)

[3]. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Haditsnya sebagai berikut:

“Artinya : ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”(4)

[4]. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.” (5)

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.

[5]. Akan Dimasukkan Ke Surga Ooleh Allah ‘Azza wa Jalla
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.

BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
[1]. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
[2]. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
[3]. Membentak atau menghardik orang tua.
[4]. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
[5]. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
[6]. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
[7]. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
[8]. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
[9]. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
[10]. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.

BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
[1]. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita

[2]. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.

[3]. Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.

[4]. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.

[5 ]. Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.

APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
[1]. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
[2]. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
[3]. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
[4]. Membayarkan hutang-hutangnya.
[5]. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
[6]. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin.

[Disalin sebagian dari tulisan pada www.almanhaj.or.id, birrulwalidain, dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
(2). Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam Kitabul Iman (no. 85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173), ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410, 439).
(3). Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 2), Ibnu Hibban (no. 2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim (IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat Muslim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi). Lihat Shahiih Adabul Mufrad (no. 2).
(4). Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari (IV/449), Muslim (no. 2743), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
(5). Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim (no. 2557), Abu Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

Orang yang Masuk Surga Lantaran Menyingkirkan Sesuatu yang Mengganggu dari Jalan

Orang yang Masuk Surga Lantaran Menyingkirkan Sesuatu yang Mengganggu dari Jalan Kaum Muslimin

DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar
http://alislamu.com

Pengantar

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan bahwa iman memiliki tujuh puluh lebih cabang, dan paling tinggi adalah ucapan, "Laa ilaaha illallah", sedangkan yang paling rendah adalah membuang sesuatu yang mengganggu dari jalan. Dalam kisah ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan tentang seorang laki-laki yang dimasukkan surga oleh Allah hanya karena dia menyingkirkan dahan berduri dari jalan kaum muslimin sehingga tidak mengganggu mereka.

Teks hadis

Bukhari Muslim meriwayatkan dalam Shahih keduanya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Ketika seorang laki-laki berjalan di satu jalan, dia melihat ranting berduri di jalan, lalu dia menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuninya."

Dalam sebagian riwayat Muslim dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Seorang laki-laki melewati sebuah cabang pohon di badan jalan. Dia berkata, 'Demi Allah, aku akan menyingkirkan ini dari kaum muslimin agar tidak menganggu mereka.' Maka dia dimasukkan Surga."

Dalam riwayat Muslim yang lain dari Abu Hurairah dari Nabi bahwa beliau bersabda, "Sungguh, aku telah melihat seorang laki-laki berguling-guling di surga hanya karena dia memotong dahan pohon di badan jalan yang menganggu manusia."
Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shahihnya dalam kitabul Adzan, bab keutaman berangkat ke Zhuhur di awal waktu, 2/139, no.65; dalam kitabul Mazhalim, bab siapa yang mengambil dahan dan sesuatu yang menganggu orang-orang di jalan, lalu dia membuangnya, 5/118, no.2472.

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dalam kitabul Bir Wash Shilah wal Adab, 4/2021, no. 1914; dan dalam kitabul Imarah, 3/1521, no. 1914.
Penjelasan Hadis

Hadis ini menjelaskan kisah seorang laki-laki yang sedang berjalan di satu jalan. Dia melihat dahan yang berduri bergelayut di jalan kaum muslimin, maka orang-orang yang lewat merasa tergangu. Dia bertekad untuk memotong dahan itu dan menjauhkannya dari jalan. Tujuannya sebagaimana yang secara nyata dikatakannya, adalah untuk menjauhkan sesuatu yang menganggu dari jalan kaum muslimin. Allah mengampuninya dan memasukkannya ke dalam surga-Nya. Rasulullah melihatnya sedang menikmati kemegahan surga dengan perbuatannya ini.

Laki-laki ini beramal sedikit dan meraih pahala besar. Rahmat Allah sangatlah luas dan karunia-Nya sangatlah agung. Apa yang dilakukan oleh orang ini dianjurkan oleh agama kita. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan agar kita melakukan seperti yang dilakukan oleh orang ini. Beliau bersabda, "Jauhkanlah sesuatu yang menganggu dari jalan kaum muslimin. (Albani dalam Silsilah Shahihah no. 2373. Menisbatkannya kepada Abu Bakar bin Abu Syaibah dalam Al-Adab, Abu Ya'la dalam Musnad, Ad-Dhiya dalam Al-Muntaqa. Muslim meriwayatkan dengan maknanya dan diriwayatkan oleh Ahmad). Beliau memberi peringatan keras agar tidak menganggu jalan kaum muslimin. Tentang hal ini beliau bersabda, "Barangsiapa menganggu kaum muslimin di jalan mereka, maka dia memperoleh laknat mereka." (Al-Bani menisbatkannya dalam Silsilah (5/732), no. 2294, kepada Thabrani Abu Nuaim dalam Akhbari Ashbahan, Abu BakAr Asy-Syafii dalam Musnad Musa bin Ja'far).

Banyak sekali dalil-dalil dalam bidang ini yang menunjukkan akhlak luhur sebagai ciri khas kaum muslimin yang beramal dengan Islam. Mereka berusaha membersihkan jalan-jalan mereka, tidak mengotori dan membuatnya jorok, serta membuang sesuatu yang menganggu darinya. Mereka menjadikannya sebagai tuntunan hidup, berharap darinya pahala tanpa bersikap secara berlebih-lebihan.

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis

1. Penjelasan tentang keutamaan menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan kaum muslimin yang mengandung pahala besar dan agung.
2. Luasnya rahmat Allah dan besarnya pahala-Nya. Allah membalas laki-laki ini dengan balasan yang besar, dengan memasukkannya ke surga lantaran amal yang sedikit, yaitu membuang sesuatu yang mengganggu dari jalan.
3. Sejauh mana kaum muslimin menyelisihi ajaran-ajaran agama mereka. Sebagian tidak hanya tidak bersedia membuang sesuatu yang mengganggu dari jalan kaum muslimin, bahkan membuang sampah rumahnya dan sisa makanannya di jalan kaum muslimin.
4. Pohon yang boleh ditebang adalah yang mengganggu kaum muslimin. Pohon yang berguna bagi kaum muslimin, seperti pohon yang dipakai untuk berteduh, tidak boleh ditebang. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam mengancam penebangnya dengan api neraka. Dalam hadis, "Penebang bidara akan dibenamkan kepalanya oleh Allah di neraka." (Dinisbatkan oleh Al-Bani dalam Silsilah Shahihah (2/175), no. 615, kepada Baihaqi dan lain-lainnya).

Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 274-277.

Kisah Umar yang Membuat Kenyang Rakyatnya

Kisah ini terjadi di saat Umar Ibn Khattab (atau biasa disebut Umar al-Faruq) saat beliau menjadi khalifah (Amirul Mukminin=Pemimpin Kaum Muslimin)

--------------------------


Zaid ibn Aslam dari bapaknya, Aslam, bekas pembantu Umar Ibn Al-Khattab, menceritakan:

"Kami keluar bersama Umar ibn Khattab -Allah ta'ala telah meridhai beliau- menuju Hiratu Waqim -suatu tempat dekat kota Madinah- sehingga ketika kami sampai di sebuah gunung, tiba-tiba kami melihat api yang menyala.

Maka al-Faruq berkata, "Wahai Aslam, sesungguhnya aku melihat di sana ada kafilah yang diterpa malam yang dingin. Mari kita pergi kesana."

Lalu kami keluar dengan berjalan cepat sampai mendekati mereka. Ketika kami sampai, kami melihat seorang perempuan dengan anak-anaknya sedang menunggu panci yang dipanaskan di atas api sementara anak-anaknya menangis karena menahan lapar yang sangat.

Kemudian Umar -radhiyallahu ta'ala anhu- berkata, "Assalamu'alaikum, wahai pemilik cahaya." Dia tidak suka mengucapkan, "Wahai pemilik api."

Lalu perempuan tadi menjawab, "Wa'alaikumus salam."

Umar bertanya padanya, "Bolehkah aku mendekat?''

Wanita tersebut menjawab pertanyaan Umar, "Kalau engkau berniat baik, maka mendekatlah. Namun jika tidak, maka sebaiknya engkau pergi."

Setelah mendapat izin, kami mendekatinya, Umar melanjutkan pertanyaannya, "Bagaimana keadaan kalian?"

Wanita tadi menceritakan keadaannya, "Kami diterpa oleh malam yang dingin."

Umar bertanya lagi, "Mengapa anak-anakmu menangis?"

Dijawab oleh wanita lagi, "Mereka menangis keras karena menahan lapar yang sangat."

"Lalu apa yang ada di dalam panci ini?" tanya Umar.

"Aku mendiamkan mereka dengan memanaskan periuk (periuk ini kosong) ini sampai mereka tertidur. Demi Allah, kami tidak diperhatikan oleh Umar." Wanita itu belum mengetahui bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Umar.
Umar melanjutkan percakapannya, "Semoga Allah merahmatimu, apakah Umar mengetahui tentang kalian?"

"Dia diserahi urusan kami, namun dia melalaikan kami!" jawab si wanita.

Umar berbalik menghadapku seraya berkata, "Wahai Aslam, mari kita pergi." Kami pun berjalan cepat hingga sampai ke gudang penyimpanan tepung, lantas mengeluarkan setakar tepung dan lemak." Angkat semua ini agar aku bisa membawanya", kata Umar.

Aslam berujar, "Biarkan aku yang membawanya wahai Amirul Mukminin!"

Umar menjawab, "Apakah engkau akan menanggung dosaku pada hari kiamat?"

Maka aku mengangkat tepung ke atas pundaknya kemudian kami menuju tempat wanita tadi dengan cepat. Kemudian Umar meletakkan karung berisi tepung di sisi wanita tersebut, lalu beliau mengeluarkan sedikit tepung tadi seraya berkata pada si wanita, "Tuangkanlah tepung itu, aku akan mengaduknya." Mulailah Umar meniup kayu bakar di bawah periuk tersebut, sementara Umar adalah seorang yang berjenggot lebat. Aku melihat asap yang keluar dari sela-sela jenggotnya sampai beliau selesai memasak."

Kemudian Umar menurunkan periuk itu dengan tangannya sambil berkata, "Berikanlah kepadaku sesuatu." Maka wanita itu menyerahkan sebuah piring besar. Umar menuangkan makanan tersebut ke dalamnya dan berkata kepada wanita tadi, "Berikanlah anak-anakmu makan, aku yang akan menuangkannya." Demikianlah seterusnya hingga mereka merasa kenyang. Umar meninggalkan sebagian sisa tepung tadi untuk wanita itu. Setelah itu Umar berdiri dan mereka pun ikut berdiri mengiringi Umar. Umar pun tertawa dan memuji Allah Azza wa Jalla.

Wanita itu berkata mengungkapkan rasa terima kasihnya, "Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Apa yang kau lakukan ini lebih utama daripada Amirul Mukminin."

Maka Umar menjawab, "Katakanlah ucapan yang baik. Kalau engkau mengunjungi Amirul Mukminin, insya Allah engkau akan mendapati diriku di sana."

Kemudian Umar menggandeng tanganku dan kami pun pergi menuju Madinah. Umar berkata kepadaku, "Wahai Aslam, sesungguhnya rasa lapar itu adalah musuh. Tadi aku melihat mereka dalam keadaan menangis, maka aku ingin meninggalkan mereka dalam keadaan tertawa."

---------------------------------------------------------------------------------------

Demikianlah sifat al-Faruq. Beliau sangat bersemangat memberi kebaikan pada rakyatnya. mencintai mereka dan mecari kesenangan rakyatnya siang dan malam.

disalin dari Buku : 10 Sahabat Pemetik Janji Surga (Al' Asyah Al Mubasysyaruna bin Jannah lil 'Athfal) karya Abu Maryam Majdi bin Fathi Az Zayyid, diterjemahkan oleh Pelajar Putri Pondok Pesantren al-Furqon Kroya Bagian Tarbiyatun Nisaa'. cet. keempat. Jakarta, Penerbit Pustaka Al-Haura', 1430 Hijriah. Halm. 85-88.

Senin, 25 Januari 2010

Kritik Ilmiah atas UU PT & Konsekuensi Hukum PT yang Tidak Menyesuaikan Anggaran Dasar serta Kewenangan LPS dalam Pembubaran PT

Tulisan ini merupakan BAGIAN PERTAMA ringkasan dari tiga tulisan yang ditulis oleh tiga penulis yang berbeda. Diambil dari JURNAL HUKUM BISNIS Volume 28-No. 3-Tahun 2009, tanpa mengubah substansi tulisan.

1. Tulisan oleh :DR. Habib Adjie, S.H., M.H., CN.
Judul :Penyesuaian Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 Dalam Teori dan Praktik
Penulis adalah seorang Notaris dan PPAT di Kota Surabaya. Selain sebagai akademisi, beliau juga adalah seorang praktisi yang banyak bersinggungan dengan kenyataan pelaksanaan hukum di lapangan sehari-hari. Tulisan beliau ini, merupakan kritik ilmiah atas sebagian pasal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) yang menurut beliau bermasalah.


2. Tulisan oleh :DR. Jonker Sihombing, S.E., M.H., MA.
Judul :Implikasi dan Konsekuensi Hukum Atas Perseroan Terbatas yang Tidak
Menyesuaikan Anggaran Dasarnya Sesuai UU No. 40 Tahun 2007
Penulis mengawali dengan gambaran umum UUPT, tinjauan teoritis tentang PT, seluk beluk penyesuaian anggaran dasar (“AD”), kemudian dilanjutkan dengan konsekuensi dan implikasi hukum yang timbul akibat keterlambatan/kealpaan penyesuaian AD, dan ditutup dengan seputar permasalahan hukum PT yang terlambat menyesuaikan AD dan kemudian jatuh pailit.


3. Tulisan oleh :DR. Zulkarnain Sitompul, S.H., LL.M.
Judul :Analisis Hukum: Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Pembubaran dan
Likuidasi Perseroan Terbatas
Penulis mengawali tulisannya dengan Pendahuluan yang berisi latar belakang, alasan, dan peran penting Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”). Kemudian dilanjutkan dengan Fungsi dan Tugas LPS, termasuk namun tidak terbatas pada prosedur Penanganan Bank Gagal. Di bagian selanjutnya, masalah-masalah apa saja yang dihadap LPS dalam penanganan Bank Gagal, diakhiri dengan Penutup.


Berikut ringkasan tulisan mereka.

Tulisan oleh : DR. Habib Adjie, S.H., M.H., CN.
Judul : Penyesuaian Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Dalam Teori dan Praktik

Persoalan-persoalan dalam UUPT antara lain:
1. Bahwa Pasal 9 ayat (3) UUPT menyatakan: Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
Kuasa dari para pendiri kepada Notaris sebenarnya tidak diperlukan, karena sudah menjadi kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum yang melaksanakan sebagian tugas Negara khususnya di bidang hukum keperdataan, mengajukan pengesahan badan hukum Perseroan Terbatas (“PT”).
Dengan demikian, keberadaan Pasal 9 ayat (3) UUPT ini sangat tidak tepat.

2. Pasal 10 ayat (1) UUPT berbunyi: Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
Notaris mengajukan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) ini a quo secara yuridis tidak dapat dipertanggungjawabkan validilitas-legalitasnya. Hal ini dicermati dalam undang-undang a quo bahwa baik di dalam konsiderans maupun di bagian penjelasan, tidak ditemui keterangan tentang legal rationing atau ratio legisnya pasal tersebut.

3. Pasal 10 ayat (9) UUPT berbunyi: Dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
Jika sebuah Akta Notaris telah memenuhi syarat lahir, formal, dan materil, maka tidak ada Akta Notaris yang serta merta batal karena lewat waktu. Ada tata cara agar Akta Notaris batal, yaitu telah dilanggarnya syarat lahir, formal, dan materil, dan ini harus melalui pembuktian ketat berdasarkan putusan pengadilan, karena pada dasarnya Akta Notaris harus memberikan jaminan kepastian hukum kepada para pihak yang membutuhkannya. Dengan demikian ketentuan batal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dan telah melanggar ketentuan syarat lahir, formal dan materil Akta Notaris.

4. Pasal 10 ayat (10) UUPT yang menunjuk kepada Pasal 10 ayat (1) UUPT.
Akta Notaris akan tetap berlaku dan mengikat sepanjang selama tidak dibatalkan oleh para pihak atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, oleh karena itu Akta Notaris mempunyai umur yuridis yang akan disimpan oleh Notaris sendiri atau pemegang protokolnya selama eksistensi lembaga Notariat ada. Suatu hal yang sangat di luar batas dan tidak sesuai dengan makna Akta Notaris, jika Akta Notaris yang dibuat telah sesuai tata cara pembuatan Akta Notaris, dinilai menjadi tidak ada artinya, karena suatu alasan yang tidak jelas berdasarkan hukum sebagaimana disebutkan dalam pasal tersebut di atas.

5. Pasal 21 ayat (5) UUPT berbunyi: Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS. (RUPS adalah Rapat Umum Pemegang Saham).
Substansi pasal tersebut sangat merugikan, jika sebuah PT yang telah berstatus badan hukum, anggaran dasarnya tidak dinyatakan dengan Akta Notaris. Dalam kaitan ini pasal tersebut tidak memberikan jalan keluar apapun. Dikhawatirkan jika pasal tersebut diterapkan, maka akan menghambat operasional suatu perseoran terbatas.

6. Pasal 21 ayat (6) UUPT berbunyi: Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas waktu 30 (tigapuluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Substansi pasal ini telah memasung hak perdata dari subyek hukum berupa perseroan terbatas. Hukum telah menentukan bahwa perseroan terbatas yang telah berbadan hukum sebagai penyandang hak dan kewajiban sebagaimana subyek hukum lainnya yaitu manusia. Oleh karena itu, adanya “larangan” dalam pasal ini merupakan pemasungan hukum terhadap eksistensi perseoran terbatas. Apalagi dalam penjelasan pasal, tidak ada alasan mengapa harus ada “larangan” itu. “Larangan” yang dimaksud adalah larangan menyatakan perubahan anggaran dasar dengan Akta Notaris setelah lewat batas waktu 30 (tigapuluh) hari.
Selain itu, pasal ini juga merupakan larangan kepada Notaris untuk tidak membuat Akta seperti itu. Oleh karena itu, keberadaan pasal tersebut tidak perlu dipertahankan.

7. Pasal 21 ayat (7) UUPT berbunyi: Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
Substansi pasal ini menimbulkan pertanyaan, apa dasar hukumnya permohonan persetujuan tersebut harus diajukan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal Akta Notaris yang memuat perubahan AD tersebut. Memang jangka waktu sangat diperlukan, namun jangan dibebankan kepada jangka waktu, sehingga menjadi beban Notaris dan perseroan terbatas. Seharusnya, jangka waktu tersebut harus dibebankan kepada Menteri yang akan memberikan pengesahan, dalam arti dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima, maka Menteri wajib memberikan pengesahan, jika tidak memberikan pengesahan dalam jangka waktu tersebut, maka Menteri dianggap telah memberikan pengesahan. Bahwa dalam tata kelola pemerintahan yang baik, jangka waktu tersebut harus menjadi beban dan kewajiban pemerintah sebagai pelayan masyarakat.

8. Pasal 21 ayat (8) UUPT berbunyi: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
Sama seperti Pasal 21 ayat (7) UUPT tersebut di atas, jangka waktu pengesahan, dalam berapa lama dapat dilakukan merupakan beban dan kewajiban pemerintah.

9. Pasal 21 ayat (9) UUPT berbunyi: Setelah lewat batas waktu 30 (tigapuluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (7) permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri.
Suatu hal yang sangat tidak tepat atau tidak berdasarkan hukum yang berlaku, jika suatu Akta lewat batas waktu (expired), menjadi tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri untuk disetujui. Apa dasar dan alasannya, Menteri tidak mau menerima Akta seperti itu? Bukankah pemerintah (Menteri) telah menempatkan dirinya sendiri sebagai pihak yang berkewajiban untuk memberikan persetujuan tersebut? Seharusnya batasan waktu seperti itu tidak perlu ada. Jika hal itu terjadi, karena alasan tertentu, apakah harus dilakukan RUPS lagi, dan bagaimana nasib dari RUPS yang telah lewat itu? Jika pasal ini masih tetap dipertahankan, dan di sisi yang lain tidak memberikan jalan keluar sama sekali, maka yang akan terjadi adalah kemacetan hukum untuk permohonan persetujuan seperti itu, dan pada akhirnya masyarakat dan Notaris akan sangat dirugikan.

10. Pasal 157 menegaskan:
(1) Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum undang-undang ini berlaku, tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
(2) Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau angaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan undang-undang ini.
(3) Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya undang-undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini.
(4) Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Memberikan kewenangan kepada kejaksaan ataupun kepada pihak yang berkepentingan untuk melakukan suatu tindakan hukum tersebut di atas untuk membubarkan perseroan terbatas tersebut, sebenarnya tidak mudah untuk dilakukan, karena harus ada alasan hukum yang jelas, bukan hanya semata-mata AD nya belum menyesuaikan atau tidak menyesuaikan dengan UUPT yang baru.
Substansi Pasal 157 UUPT dapat ditafsirkan bahwa, meskipun sampai saat ini masih banyak perseroan terbatas belum menyesuaikan anggaran dasarnya, walau telah melampaui satu tahun sejak berlakunya UUPT yaitu tanggal 16 Agustus 2008, tidak serta merta PT tersebut bubar demi hukum, namun dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, selama tidak ada yang mengajukan permohonan untuk membubarkan perseroan tersebut, maka PT tersebut tetap diakui sebagai badan hukum.

11. Status Perseroan sebagai Badan Hukum

Pada dasarnya ada empat cara terbentuknya badan hukum, yaitu :

a. Sistem Konsesi atau Sistem Pengesahan
Menurut sistem ini, suatu lembaga akan memperoleh kedudukan atau status sebagai badan hukum karena disahkan oleh instansi yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan tertentu. Misalnya, PT memperoleh status sebagai badan hukum karena mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman, sebagaimana tersebut dalam Pasal 36 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

b. Ditentukan oleh Undang-undang.
Menurut sistem ini, undang-undang telah menentukan sendiri bahwa lembaga yang tersebut dalam undang-undang bersangkutan merupakan badan hukum. Contohnya Pasal 19 ayat (2) UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, disebutkan bahwa perhimpunan penghuni rumah susun yang didirikan menurut ketentuan undang-undang ini diberi kedudukan sebagai badan hukum.

c. Sistem Campuran
Menurut sistem ini, status badan hukum diperoleh karena ditentukan oleh undang-undang itu sendiri dan setelah ada pengesahan dari instansi yang berwenang. Contohnya Koperasi, berdasarkan Pasal 9 UU No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi, ditegaskan bahwa Koperasi memperoleh statsus badan hukum setelah Akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah (dalam hal ini departemen koperasi atau menteri yang membidangi urusan koperasi).

d. Melalui Yurisprudensi
Status badan hukum diperoleh melalui yurisprudensi, contohnya Yayasan menurut Putusan Hogerchtshof 7884 (Mahkamah Agung Hindia-Belanda)

Berdasarkan uraian di atas, status Badan Hukum PT dalam UUPT, menganut sistem campuran. Lihat Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa PT adalah Badan Hukum dan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan pada Pasal 7 ayat (4).

Penulis (Habib Adjie) berpendapat bahwa status badan hukum untuk perseroan ataupun untuk yang lainnya akan diperoleh berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM ataupun dari otoritas pemerintah lainnya tidak perlu dilakukan, dengan alasan, antara lain:

1. Tidak ada pertanggungjawaban dari pemerintah, jika PT yang telah memperoleh status badan hukum, ternyata PT tersebut bermasalah dalam operasionalnya, karena pertanggungjawaban PT akan dikembalikan kepada para pemegang saham, direksi, dan komisaris PT yang bersangkutan.

2. Saat ini institusi yang akan memberikan status badan hukum, ada 2(dua), yaitu Menteri Hukum dan HAM, dan Dinas Koperasi (kota/kabupaten/propinsi) untuk Koperasi.

Dengan demikian, harus dikembangkan suatu teori baru tentang perolehan status badan hukum untuk PT ataupun yang lainnya. Yaitu, status badan hukum tersebut akan diperoleh setelah Akta Pendirian PT telah selesai dilakukan di hadapan Notaris, maka pada saat itu juga PT telah memperoleh kedudukan sebagai badan hukum, sedangkan kepada Menteri Hukum dan HAM cukup Notaris yang bersangkutan untuk melaporkannya secara elektronik dengan telah didirikannya PT di hadapan Notaris yang bersangkutan. Dalam hal ini aturan hukum yang bersangkutan cukup menegaskan bahwa lembaga tertentu akan berkedudukan sebagai badan hukum setelah Aktanya dibuat di hadapan Notaris.

-------------------------------------------
Nantikan BAGIAN KEDUA tulisan ini yang akan memuat ringkasan tulisan:

2. Tulisan oleh :DR. Jonker Sihombing, S.E., M.H., MA.
Judul :Implikasi dan Konsekuensi Hukum Atas Perseroan Terbatas yang Tidak
Menyesuaikan Anggaran Dasarnya Sesuai UU No. 40 Tahun 2007
Penulis mengawali dengan gambaran umum UUPT, tinjauan teoritis tentang PT, seluk beluk penyesuaian anggaran dasar (“AD”), kemudian dilanjutkan dengan konsekuensi dan implikasi hukum yang timbul akibat keterlambatan/kealpaan penyesuaian AD, dan ditutup dengan seputar permasalahan hukum PT yang terlambat menyesuaikan AD dan kemudian jatuh pailit.


3. Tulisan oleh :DR. Zulkarnain Sitompul, S.H., LL.M.
Judul :Analisis Hukum: Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Pembubaran dan
Likuidasi Perseroan Terbatas
Penulis mengawali tulisannya dengan Pendahuluan yang berisi latar belakang, alasan, dan peran penting Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”). Kemudian dilanjutkan dengan Fungsi dan Tugas LPS, termasuk namun tidak terbatas pada prosedur Penanganan Bank Gagal. Di bagian selanjutnya, masalah-masalah apa saja yang dihadap LPS dalam penanganan Bank Gagal, diakhiri dengan Penutup.

Semoga Bermanfaat. :)

Jendela Rara, Impian Seorang Anak Kolong Jembatan

Ketika membaca Jendela Rara, cerpen karya Asma Nadia, pikiranku langsung tertuju pada sebuah perjumpaan sekitar tujuh tahun yang lalu.

Ya. Tujuh tahun lalu ketika aku masih berbaju SMA dan berambut—rada—gondrong.

Perjumpaan dengan seorang anak kecil berwajah kusam, berbaju dekil, rambutnya kuning kecoklatan seperti sering terkena sinar matahari---yang di kemudian hari kuketahui---ia biasa berlari dan tertawa lebar, bercanda bersama teman sebaya di antara padatnya desingan mobil, asap motor, bus kota, sambil mengamen di lampu merah Fatmawati, seberang Apotek Retna.

Siang hari yang panas, pulang sekolah, turunlah aku dari Metro Mini 610 Jurusan BlokM-Pd.Labu.

Biasanya turun di Pasar, tapi saat itu –seperti kebiasaan 610 sampai saat ini--- penumpang di “oper”. Di “oper” ke 610 yang ada di belakangnya.

Belum sempat menginjakkan kaki di aspal, seketika tanganku ditarik oleh seorang sosok kecil.

“Kak, boleh minta tolong, mau tanya, Matahari atau Bumi yang berputar?

Aku pun tersenyum,

anak kecil ini menyodorkan secarik kertas lusuh dan sebuah pena berwarna hitam.

“Kak, bumi ada di mana? Planet kita ada di mana? Gambarin donk Kak!”

“Ini kamu mau ujian? Sekolah dimana?”

“Jelasin donk kak…”

Aku pun mulai menggambar posisi matahari dan planet-planet dalam tata surya kita, seraya menjawab pertanyaannya. Aku jelaskan dengan bahasa yang sesederhana mungkin dan kuharap mudah ia pahami.

“Trimakasih ya Kak…”

“Trimakasih kembali.”

Sambil saling tersenyum bahagia, kami berpisah dan tak pernah lagi aku berjumpa dengan anak itu sampai detik ini.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Maka izinkanlah saya membagi kisah kepada Anda. Kisah nyata saya di atas, ada kesamaan nya dengan cerpen karya Asma Nadia yang akan Anda baca di bawah ini. Anak-anak—sekalipun Anak Jalanan, tapi jiwa mereka tetap Anak-anak—begitu polos dan memiliki keinginan yang besar. Semoga melahirkan inspirasi, pembelajaran, semangat baru, dan kepedulian pada sekitar kita.

Jendela Rara

Disalin apa adanya dari Album Cerita Pilihan Asma Nadia Emak Ingin Naik Haji Cinta Hingga Tanah Suci, Terbitan Asma Nadia Publishing House, hlm. 87-99, Cet. Pertama, Agustus 2009.
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah rumah imut
dengan dinding hijau berlumut,
Jendela-jendela besar yang menjaring matahari
dan halaman mungil berumpun melati

Apa lagi?

Rara, anak perempuan berusia sembilan tahun itu terus menggambari belakang kertas bungkus cabai, yang diambilnya dari los sayur Yu Emi. Sebuah pensil pendek terselip di jarinya. Mata Rara masih memandangi gambar rumah mungil, yang menjadi impiannya. Mulut kecilnya menyumbang senyum. Manis.

“Mak, kapan kita punya rumah?”

Sejak ia mengerti arti tempat tinggal, pertanyaan itu kerap disampaikannya pada Emak. Mulanya perempuan berusia empat puluh limaan, yang rambutnya beruban di sana-sini itu, tak menjawab. Baginya tak terlalu penting apa yang ditanyakan anak-anak. Kerasnya kehidupan membuat ia dan lakinya, hanyut dalam kepanikan setiap hari, akan apa yang bisa dimakan anak-anak esok. Maka pertanyaan apapun dari anak-anak lebih sering hanya lewat di telinga.

“Mak, kapan kita punya rumah?”

Kanak-kanak seusia Rara, tak mengenal jera atau bosan mengulang pertanyaan serupa. Dan kali ini, ia berhasil mendapat perhatian lebih dari Emak. Sambil menyandarkan punggunggnya di dinding tripleks mereka yang tipis, Emak menatap sekeliling. Matanya menyenter rumah kotak mereka yang empat sisinya terbuat dari tripleks. Hanya satu ruangan, di situlah mereka sekeluarga, ia, suami dan lima anaknya—sekarang empat---memulai dan mengakhiri hari-hari. Tak ada jendela, karena rumah-rumah di kolong jembatan jalan tol menuju bandara itu terlalu berdempet. Bahkan nyaris tak ada celah untuk sekadar lalu lalang, kecuali gang senggol yang terbentuk tak sengaja akibat ketidakberaturan pendirian rumah-rumah tripleks di sana.

Beberapa yang beruntung mendapatkan tiang rumah yang lebih kokoh,langsung dari beton tebal yang menyangga jalan tol di atas mereka. Kamar mandi? Ada MCK umum yang biasa mereka pakai sehari-hari. Cukup bayar tiga ratus rupiah, sudah bisa mandi puas.

Belasan tahun mereka tinggal di sana. Tidak perlu bayar pajak, hanya uang sewa setiap bulan yang disetorkan ke Rozak, Ketua RT mereka, sekaligus orang paling berkuasa di perkampungan sini, juga uang listrik ala kadarnya. Memang semua sangat sederhana, tapi baginya tempat tinggal ini tetap…

“ini rumah kita, Ra!”

Rara menggeleng. Ekor kuda di kepalanya yang kemerahan, karena sering ditempa garang matahari bergoyang beberapa kali. Di benaknya bermain bayangan tumah tinggal yang diimpikannya:

Sebuah rumah imut
dengan dinding kehijauan berlumut,
Jendela-jendela besar yang menjaring matahari
dan halaman mungil berumpun melati

Emak tampak kaget dengan tanggapan anaknya.

“Rara mau punya rumah yang ada jendelanya, Mak!”

“Bisa. Besok kita minta abangmu buatkan jendela satu, ya? Kecil saja tak apa, kan?” ujar Emak sambil tertawa. Kemana jendela itu akan menghadap nanti? pikirnya, ke rumah Mas Dadang tetangga merekakah? Apa iya mereka mau diintip kegiatannya setiap hari?

Tapi siapa tahu. Paling tidak hal itu mungkin bisa membuat Rara senang. Kalau dia menolak mengamen di perempatan lampu merah nanti, apa tidak repot?

Anaknya lima orang. Yang tertua jadi tukang pukul di tempat Mami Lisa, kompleks pelacuran dekat tempat tinggal mereka. Anak kedua, entah apa kerjanya, kadang pulang, lebih sering menghilang. Anak yang ketiga perempuan, sebetulnya dulu rajin sekolah, apa daya ia tak sanggup lagi menyolahkan si Asih. Jadilah gadis lima belas tahun itu drop out dari sekolah, dan sekarang kabarnya sudah jadi anak buah Mami. Entahlah. Anaknya yang keempat, bocah laki-laki, selisih dua tahun dari Rara, tewas dua bulan lalu, dengan luka di bagian leher dan anus. Mungkin jadi korban laki-laki gendeng yang suka menyantap anak-anak kecil.

Rara anaknya yang bontot. Keras kepala dan punya keinginan kuat. Sekarang masih sekolah di madrasah ibtidaiyah, itu pun karena kebaikan hati kakak pengajar di sana, ia tak harus membayar sepeser pun. Syukurlah.

“Jendelanya bisa masuk matahari, enggak, Mak?”

Rara menggoyang bahu Emanknya. Tapi kali ini perempuan yang melahirkannya itu hanya menghela napas berat dan meninggalkan Rara dengan bayangan jendela-jendela besar yang menjaring sinar matahari.

Di Madrasah, sorenya. “Kata Mak, rumahku akan punya jendela!”

Rara berbisik ke telinga teman sebangkunya. Di sekitarnya, kawan-kawan sedang mengikuti surat Al-Ma’un yang diucapkan Kak Romlah.

“Yang bener, Ra?”

Dua bola mata bulat milik Inah membesar. Ia ikut senang jika impian Rara terwujud. Sejak dulu Rara sering bicara soal keinginnannya memiliki rumah kecil dengan jendela-jendela besar yang memungkinkan sinar matahari masuk ke dalamnya.

“Kita bisa hemat listrik! Enggak usah idupin lampu lagi kalo siang!”

Rara menambahkan. Giginya yang kecil-kecil tampak seiring senyumnya yang lebar.

“Bisa belajar di sana dong?”

“Iya! Enggak harus ke gardu dulu untuk baca buku. Kan udah terang?”

Senyum lebarnya terkembang lagi. Inah tampak ikut senang.

“Aku mau minta ibuku bikin jendela juga, ah!”

“Aku juga!”

“Apa? Jendela di rumah Rara?”

“Gue juga deh. Mau bilang Bapak!”

“Enak ada jendela!”

Tiba-tiba suasana kelas riuh seperti pasar. Berita Rara yang rumahnya akan punya jendela menyebar luas. Ternyata apa yang diinginkan gadis kecil itu juga menjadi mimpi anak-anak yang lain.

“Jendelaku nanti paling buesar!”

Ipul, anak salah satu karyawan Mami Lisa, mengakhiri obrolan mereka sore itu sepulang dari madrasah.
------
“Jadi bikin jendela, Ra?”

Bang Jun, mencolek pipinya. Mata laki-laki berusia dua puluh tahun itu mengamati hasil coretan adiknya.
“Udah malam kok belum tidur?”

Rara tidak menjawab. Tangannya masih asyik menari-nari di atas secarik kertas usang yang diambilnya lagi dari Yu Emi.

“Eh, itu gambar apa, Ra?” komentar abangnya lagi.

“Jendela? Kok gede banget!”

Rara menghentikan kegiatan menggambarnya. Bola matanya yang cokelat menatap Bang Jun yang perhatiannya terpusat pada gambar. Gadis kecil itu menganggukkan kepala. Senyumnya cerah.

“Jadi kan, Bang Jun bikinin Rara jendela?” kalimatnya dengan tatapan penuh harap.

Jun hanya menatap Emak dan Bapak yang tiduran di atas sehelai tikar using. Wajah kedua orangtuanya itu tampak letih. Pastilah. Bukan pekerjaan ringan mencomoti barang dari tempat sampah satu ke tempat sampah lain. Belum jika hasil mulung Bapak, ternyata besi-besi tua. Memang bawa untung yang lebih besar. Tapi berat yang dipikul juga jelas jauh dibandingkan sampah botol plastik atau barang-barang lain . Malah akhir-akhir ini cuaca makin panas saja.

“Bang…”

Rara menarik kaus oblong yang dipakai abangnya. Beberapa saat Rara dan abangnya bertatapan, dengan pikiran masing-masing yang tak terpantulkan. Tapi keheningan mereka segera buyar oleh langkah-langkah yang terdengar dari depan. Asih muncul di balik pintu. Matanya yang sayu segera saja menatap keduanya tak semangat.

“Masih ngeributin soal jendela?”

Rara tak menjawab, tangannya meraih tas murahan yang dibawa Asih. Dengan sigap, gadis kecil itu mengambil air di teko dan mengulurkan ke kakaknya. Tapi Asih yang mulutnya bau minuman keras itu menepis.

“Gue ngantuk. Malah tadi laki-laki yang gue temenin minumnya kuat banget. Mau nolak, engga enak sama Mami.”

“Bilang aja lo sakit, sih! Tadi aja gue pulang duluan. Lagian pegawai Mami Lisa kan enggak cuma elo.”
“Iya, tapi itu kan sama aja nolak rezeki!

Rara diam, mendengarkan saja percakapan kedua saudaranya. Tapi kalimat kakaknya barusan, mengusiknya untuk menimpali, “Kata guru Rara di madrasah, rezeki kan dari Allah, Kak. Bukan dari tamu!”

Kalimat lugu yang dengan cepat dipatahkan kakaknya.

“Ahh, anak kecil sok tau. Tunggu nanti kamu gede, baru ngerasain. Hidup tuh cari yang haram aja susah, apalagi yang halal!”

Rara menundukkan kepala. Kakaknya dulu lembut dan baik hati. Sempat juga ngaji di madrasah seperti dia. Tapi setelah putus sekolah dan jadi karyawan di tempat Mami, gadis berkulit hitam manis itu berubah. Dandanannya makin menor. Ke mana-mana pake kaus dan celana panjang serbaketat. Omongannya juga jadi kasar.

Rara tahu, tidak Cuma kakaknya yang berubah. Tapi juga kakak si Inah, ibu si Ipul, dan banyak lagi. Konon mereka dulu juga anak madrasah. Tapi daya tarik rumah pelacuran, yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari madrasah terlalu menggoda. Itu jalan pintas dapat duit. Realitas masyarakat di sudut-sudut Jakarta yang bukan tidak diketahui orang.

Rara tercenung. Mungkin benar hidup jadi orang dewasa itu sulit, pikirnya. Mungkin itu sebabnya mereka jarang tersenyum.

“Ra! Kalo mau punya jendela, modal sendiri dong!” lantang suara kakaknya mengagetkan Rara.

“Asih!”

Asih yang mabuk terus bicara dan tak menggubris teguran Jun.

“Kebutuhan tuh banyak. Udah bagus gue sama Jun kerja. Pake buat yang lebih penting dong!” cerocos Asih, tangannya menjewer kuping Rara.

Rara tak gentar. Matanya yang jernih menatap lurus kearah Asih yang menyalakan rokok dan menghirupnya nikmat. Bagaimanapun Kak Asih harus tahu kalo jendela itu…

“Jendela itu penting, Kak. Buat keluar-masuk udara. Terus kalo siang kita enggak perlu nyalain lampu. Udah terang karena sinar matahari yang masuk!” jawab Rara tak kalah keras.

“Tapi banyak yang lebih penting dari jendela,” Asih tak mau kalah, “Makan kamu misalnya!” lanjutnya kesal. Bayangkan ia sudah capek-capek tiap malam, kadang lembur merelakan badannya melayani empat tamu dalam semalam. Apa adiknya itu tahu?

“Tapi kata Emak, Bang Jun bakal bikinin Rara jendela. Ya, kan, Bang?”

Suara Rara lirih, bercampur isakan. Jun yang melihatnya jadi tidak tega. Tangan cowok itu membelai-belai kepala adiknya. Lalu menatap Rara lunak.

“Iya. Tapi Rara juga ikut kumpulin duit, ya? Jangan dipake jajan! Kita perlu uang untuk beli kayu, kaca, bikin kusennya…”

“Dan itu mahal, tau, Ra!”

“Ssst… Asih!”

Keributan yang kemudian tak terelakkan antara Jun dan Asih membuat Rara melarikan diri ke sudut rumah. Ia berjongkok sendiri, mata cokelatnya berkaca. Bertambah-tambah perasaan gundahnya kala Bapak terbangun lantaran suara berisik yang timbul, lalu menempeleng keduanya.

Dan semua gara-gara jendela besar Rara.

Ahh. Rara mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Besok ia akan mengamen lebih giat. Kalau perlu sambil jual koran, semir sepatu, atau membersihkan kaca mobil-mobil yang berhenti di lampu merah. Apa saja, pikir Rara.

Belakangan, lelah dan air mata membuat Rara tertidur. Pikiran kanak-kanak membawanya pada impian. Malam itu Rara bermimpi menari di antara jendela-jendela besar yang mengantarkan sinar matahari kepadanya. Juga kerlip bintang-bintang malam hari.

Selama seminggu lebih, Rara berhemat. Ia bahkan menghemat mandi, sehari sekali, supaya bisa menyimpan tiga ratus rupiah di sakunya. Uang perolehannya ngamen dan bekerja di perempatan , tak dipakainya sesen pun untuk beli es mambo di warung, kwaci, permen, dan jajanan lain. Ia betul-betul berhemat.

Dan sore ini Rara pulang dengan hati melonjak-lonjak. Menurut hemat gadis kecil dengan rambut diekor kuda itu, tabungannya cukup untuk membuat sebuah jendela yang besar. Bahkan jika tidak ada halangan, lusa mungkin ia sudah bisa menatap sinar matahari menghangatkan lantai tanah di rumah mereka. Membayangkan itu, perasaan Rara makin tak keruan. Seperti meluncur dari tempat yang tinggi. Sangat tinggi.

“Assalamu’alaikum! Emak?”

Rara menghambur kearah Emak yang sedang menyapu lantai. Bohlam sepuluh watt, mengalirkan hawa panas yang merembesi baju Emak. Padahal di luar sana masih terang.

“Mak, sini.”

Rara menyeret tangan perempuan itu, memaksanya duduk di bangku kayu yang satu kakinya telah patah.

“Apaan sih, Ra?”

Emak menatap anak bungsunya dengan pandangan sedikit cemas. Apa lagi sekarang? Baru semingguan ia merasa lega, karena Rara tidak lagi mengutarakan keinginannya untuk punya jendela. Yang dikatakan bapaknya si Rara memang benar. Anak kecil enggak usah terlalu dianggap serius. Mereka kadang memang menggebu-gebu minta sesuatu. Namun biasanya, keinginan itu juga cepat menguap dan hilang dari ingatan.

Rara masih memandang Emak dengan mata bercahaya. Keriangan anak-anak terpancar di wajahnya yang oval.

“Mak, tebak!”

“Apaan?”

Aduh, jangan soal jendela lagi. Jangan-jangan dia minta punya dua pintu lagi? Atau kamar sendiri? Batin perempuan itu sedikit cemas.

Rara menyerahkan sejumlah uang dalam kepalannya, ke telapak tangan Emak yang basah keringat.
“Buat bikin jendela! Jadi kalo kulit Rara sekarang lebih gosong, bukan karena main, Mak! Tapi karena Rara kerja banting tulang buat jendela kita! Papar gadis kecil itu ceriwis.

Jendela?

Mata penat Emak menatap berganti-ganti, dari uang di tangannya, dan raut wajah di bungsu. Begitu terus selama beberapa saat. Sayang, Rara terlalu riang untuk memperhatikan perubahan wajah Emak. Bocah perempuan itu malah terus bicara dengan kalimat-kalimat panjang, kadang nyaris tersedak, karena kebahagiaan yang meletup-letup.

“Jendelanya nanti di sebelah sini, ya, Mak. Rara mau nya kayunya warna cokelat tua. Malam ini Rara mau begadang nungguin Bang Jun. Mau kasih tau modelnya. Besok pagi, biar Rara temenin Bang Jun ke toko material. Kita bisa beli kayu, terus kaca, terus…”

Emak tak mendengar lagi penjelasan Rara. Benaknya digayuti kejadian siang tadi, ketika Pak RT datang bersama sekretarisnya dan berbicara serius.

“Gara-gara Rara, semua anak di sini pada minta dibuatin jendela sama orangtuanya. Saya bukannya tidak mau mengizinkan. Tapi kan Emak tahu sendiri situasinya. Rumah-rumah saling menempel, dinding yang satu menjadi dinding yang lain. Lagi pula, kalau dipaksakan, percuma tidak akan bisa masuk sinar matahari. Kecuali kalau mau ngebor jalan tol di atas sana! Saya sebagai Ketua RT tidak bisa mengizinkan!”

Mata lelah Emak mulai menggenang. Andai saja ia bisa memantulkan pikiran di benaknya. Pastilah seperti cermin yang memantulkan dua sisi bayangan. Rumahnya dan penduduk lain di bawah kolong jembatan ini, di satu sisi. Dan rumah Pak RT, di sisi lain, dengan jendela-jendela kaca yang besar.
Waktu masih terisi celotehan antusias Rara. Di dekatnya, Emak masih menatapi gumpalan uang kertas dan receh di tangannya.

Rumah kami, 2003

Tadabbur Surah Saba' ayat 23-45

Tadabbur Surah Saba’ ayat 23-45

Katakanlah hai Muhammad: Panggilah orang-orang yang kamu anggap, yang kamu besarkan, yang kamu agung-agungkan selain Allah. Mereka tidak memiliki walau sebesar atom pun di langit dan di bumi. Mereka tidak punya kawan dan juga tidak memiliki penolong.

Penjelasan:

Jadi nanti orang yang mempunyai sembahan-sembahan selain Allah akan disuruh mencari sembahan-sembahannya dulu di dunia dan meminta tolong darinya. Tetapi ternyata mereka tidak memiliki apapun di langit dan di bumi, tidak bisa menolong walau sedikitpun. Hanya Allah lah yang dapat memberikan pertolongan kepada siapa yang Ia kehendaki.
Kalau zaman sekarang ini, sembahan-sembahan atau thogut contohnya adalah isme-isme di luar Al Islam seperti nasionalisme, sekularisme, pruralisme, liberalisme, humanisme, feminisme, dan lain-lain diagung-agungkan. Nanti Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan menyuruh kepada manusia yang ingkar itu untuk memanggil isme-isme yang dulu mereka agung-agungkan itu. Tetapi, sesuai janji Allah, isme-isme itu tidak akan dapat menolongnya, walau sedikitpun. Jadi, seorang mukmin haruslah yakin bahwa hanya Al Islam inilah yang akan menyelamatkan. Satu-satunya hanya Allah lah yang akan menyelamatkannya. Maka disaat itulah penyesalan besar terjadi. Orang yang sukses disaat itu adalah orang-orang yang sudah mengenal kebenaran dan istiqomah di atas kebenaran itu. Walaupun di dunia istiqomah ini sulit, bisa tersisih dari lingkungan, bahkan kerap mendapat cap teroris, garis keras, kaku, tidak mau mengikuti perkembangan zaman, yang berpikir masa lalu, tidak berpikir ke depan, dan sebagainya. Insya Allah orang-orang yang istiqomah ini adalah orang-orang yang selamat dan menang di mata Allah. Justru orang yang mengangungkan pembela-pembela selain Allah, selain Al Islam, akan disuruh Allah datangkan isme-isme yang mereka agung-agungkan dahulu di dunia. Mereka akan disuruh meminta pertolongan pada isme-isme nya itu. Tapi thogut-thogut itu tidak akan bisa menolongnya. Jadi mukmin harus yakin Al Islam inilah yang akan menyelamatkannya. Satu-satunya Allah lah yang akan menyelamatkan. Mukmin sejati tidak akan mau sedikitpun beralih dari keimanan, ia akan memegang dengan teguh kebenaran itu. Kalau orang melepaskan kekufuran kemudian kembali kepada Islam maka inilah kemuliaan, tetapi apabila orang setelah mengenal Islam ia menjadi pemuja isme-isme diluar Islam, maka sesungguhnya ini adalah musibah baginya.

Nasionalisme adalah salah satu contoh wujud nyata paham ashobiyah. Membangga-banggakan bangsa dan ismenya. Apa lah gunanya membangga-banggakan sesuatu yang tidak berasal dari Allah Azza wa Jalla? Segala paham yang dibuat manusia apapun paham itu sesungguhnya adalah paham palsu. Baik dipaksa atau dirayu kepada kita untuk memeluknya. Tidak ada pembelaan nanti di sisi Allah kecuali orang yang diizinkan oleh Allah Ta'ala Siapa itu? Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam lah yang nanti akan memberikan syafaat kepada umat manusia.

Jadi Al Qur’an bila ditadabburi merupakan penguatan bagi keimanan kita bahwa Al Islam itulah segala-galanya. Hanya orang tertentu yang diberikan Allah izin untuk memberi syafaat. Mereka yang nanti rasa takut dihilangkan dari dalam hatinya, mereka akan bertanya: “Apa tadi yang dikatakan oleh RabbMu?”. Mereka berkata: “Yang dikatakan oleh Tuhan Kami adalah Al Haq.” Pernyataan tegas ini juga harus kita katakan pada siapapun di dunia ini, termasuk orang-orang yang kafir pada Allah dan orang-orang sekuler. Sampaikan Al Haq kepada mereka sekalipun dicap aneh, dicap teroris, garis keras, dan sebagainya. Sesungguhnya mukmin yang sejati gigih dan teguh memegang Al Haq.

Katakanlah hai Muhammad, siapakah yg memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Katakanlah: Allah. Dan kalian berada di atas petunjuk atau dalam kesesatan yang nyata.

Penjelasan:

Yang memegang Al Islam berada di atas hudan (petunjuk), sementara mereka yang melepas Islamlah yang berada fi dollalin mubin (dalam kesesatan yang nyata).
Ayat-ayat seperti ini lah yang menguatkan posisi kita sebagai mukmin. Mukmin yang senantiasa mentadabburi Kitabullah atas izin Allah tidak akan mudah terpengaruh oleh debu dunia, politik yang kotor, uang haram, dan lain sebagainya.

Maka katakanlah hai Muhammad, kalian tidak akan dimintakan pertanggungjawaban atas yang kami lakukan dan begitu juga tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang kamu lakukan.

Penjelasan:

Jadi tanggungjawab kita dihadapan Allah adalah sendiri-sendiri, tidak ada pengalihan tanggung jawab. Tidak ada dosa warisan dalam Islam. Siapa berbuat dia yang bertanggungjawab.
Kalau orang mau mentadabburi dan memahami ayat ini insya Allah akan muncul rasa waspada, hati-hati, dan bertanggungjawab dalam bertindak. Dia tidak akan mudah mengekor dan tidak mau asal ikut-ikutan. Taklid membabi buta pada manusia adalah sangat berbahaya tanpa di atas petunjuk. Di dunia, manusia model semacam ini bisa menyatakan dengan lantang bahwa dia akan bertanggungjawab dunia akhirat sekalipun tindakannya salah. Tapi di akhirat nanti, itu semua bohong. Tidak akan ada orang yang berani mau bertanggungjawab pada kesalahan orang lain. Di akhirat ia akan lepas tangan, membela diri dan menyalahkan orang-orang yang mengikutnya, siapa suruh ikut dirinya. Jadi salah atau benar ikut saja, ini tidak ada dalam Islam.
Dalam sebuah ayat dikatakan bahwa:
Katakanlah Muhammad : aku mengajak manusia ke jalan Allah diatas kesadaran, bashiroh, kebenaran aku dan orang-orang yang mengikuti aku. Jadi bukan mau benar atau salah yang penting ikut aku!!! Jadi dakwah yang benar adalah dakwah yang taklid dan mengajak pada sumber kebenaran, yaitu Al Qur’an dan AsSunnah. Manusia itu tidak lepas dari kesalahan. Ketika ia sudah keluar dari Al Qur’an dan AsSunnah jangan ikuti. Jadi Islam adalah dien yang mengajak orang untuk cerdas. Tidak asal taklid.

Inilah pentingnya kita memahami Al Qur’an,. Supaya mengetahui jalan yang benar. Hidup di dunia tanpa Al Qur’an, pasti tersesat. Lihatlah manusia yang banyak sekarang ini, kaum muslimin. Kemana arus kesitulah mereka ikut. Anak-anak mudanya diombang-ambingkan oleh serangan budaya yang melalaikan manusia dari mengingat Allah. Tren fashion, musik, berbagai budaya barat, menghabiskan waktu dan masa muda mereka. Bagaimana mereka nanti ketika ditanya Allah tentang masa mudanya untuk apa digunakan. Orangtuanya juga menghabiskan sisa usia mereka di padang golf, lapangan tennis, bepergian, justru bukan menghabiskan waktunya dengan Al Qur’an. Seolah-olah mereka mengatakan, sesungguhnya hari akhir (hari perhitungan amal dan dosa) itu nanti adalah hari yang mudah. Padahal Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan para Sahabat Rhadiyallahu Ta'ala anhum ajmain, serta mukmin yang sejati justru takut dengan hari akhir, sebab disanalah semua akan dimintai pertanggungjawaban.

Seperti kaum Nasrani dan Yahudi, mereka menyembah Tuhan selain Allah, atau siapapun yang lain-lain, kaum jahiliyah dahulu dan sekarang, maka nanti di akhirat akan ditanya oleh Allah atas sembahannya itu. Allah akan katakan kepada mereka: Ayo perlihatkan mana sembahan-sembahanmu dahulu di dunia?. Tidak! Sekali-kali tidak! Allah Maha Perkasa Maha Bijak. Tidak Kami utus kamu Muhammad melainkan kepada seluruh umat manusia.
Jadi risalah Rasulullah adalah risalah global untuk seluruh belahan dunia, bukan hanya untuk Timur Tengah atau orang-orang Asia saja. Rasulullah itu pemberi kabar gembira dan peringatan, tetapi banyak manusia tidak menyadarinya.
Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam tidak diutus hanya untuk orang arab. Tapi untuk sekalian alam. Islamisasi bukanlah arabisasi! Orang-orang yang mengatakan Islam identik dengan arabisasi dan tidak cocok untuk orang-orang di luar arab adalah orang-orang yang dusta (istiro’). Dimanapun dien nya itu sama. Yaitu Al Islam. Makanya tidak ada istilahnya Islam Indonesia, Islam Jawa, dan lain sebagainya. Yang ada adalah fikih Islam. Titik. Selesai. Artinya Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, serta Ijtihad yang bersumber pada Qur’an dan Sunnah.

Manusia yang meyakini konsep Islam kaffah itu memang minoritas. Lihatlah ayat ini, betullah kata Allah Tabaroka wa Ta’ala. Kebanyakan manusia tidak mengerti bahwa hakikatnya Islam itu untuk seluruh manusia dan mengatur segala sendi kehidupan manusia. Banyak orang meyakini Islam itu hanya cocok dengan arab dan Rasulullahdiutus hanya untuk orang arab. Bahkan kita salah menamakan negara-negara arab dengan sebutan Timur Tengah. Padahal apabila kita mau jujur, maka negara-negara arab kalau dilihat dari Indonesia seharusnya Barat Tengah. Kita mengekor Amerika Serikat dalam penamaan itu.

Mereka berkata: Kapan janji ini datang dan terwujud bila kalian orang-orang yang benar? (Maksudnya yaumul akhir, perhitungan, al hisab, jannah dan naar). Kapan itu datang?
Katakanlah wahai Muhammad: Tunggu saja, kamu akan menghadapi janji suatu hari yang namanya kematian, kamu tidak akan diperlambat maupun dipercepat walau satu saat pun.

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Bukhari, Rasulullah saw berkata: Ada 5 hal yang diberikan kepada saya, dan itu tidak pernah diberikan oleh Allah kepada nabi-nabi sebelumku:
1. Aku diberikan kemenangan dari musuh, dengan ketakutan yang dialami musuh itu sejauh 1 (satu) bulan perjalanan;
2. Dijadikan bagiku bumi sebagai masjid yang suci, siapa saja dari umatku, dimanapun ia berada dan berjalan, sementara waktu sholat sudah masuk, maka sholatlah kamu. Sebab dijadikan Nya tanah itu suci;
3. Dihalalkan bagi saya, harta rampasan perang, bagi nabi-nabi sebelum Rasulullah harta rampasan perang diharamkan;
4. Aku juga diberikan hak untuk memberikan syafa’at kepada umatku kelak di hari perhitungan;
5. Dan adalah nabi yang dahulu diutus untuk kaumnya saja, sementara aku diutus untuk seluruh manusia.

Dalam hadits lain Rasulullah berkata: Aku diutus pada kaum yang hitam dan yang merah. (Maksud hadits ini adalah bangsa Jin dan manusia/ orang arab dan orang non arab).

Kemudian Allah menyampaikan ayat tentang saat kematian (sa’ah) yang tidak dapat diundur. Maksudnya adalah hari kematian/ kiamat.
Di hari kiamat nanti kita akan saling berbantahan. Baik yang mengajak pada kesalahan maupun yang diajak. Orang yang lemah menyalahkan yang menipu, demikian sebaliknya. Tidak ada yang saling dapat disalahkan. Masing-masing salah.
Di hari akhirat nanti kita akan diazab sendiri-sendiri, tidak akan ada penterjermah antara kita dengan Allah. Masing-masing dari kita akan langsung berhadapan dengan Allah Ta'ala. Manusia akan dipanggil dengan namanya sendiri. Seluruh manusia sejak Nabi Adam Alaihisalam hingga manusia yang mati terakhir di dunia nanti akan disidangkan dalam keadaan telanjang tanpa sehelai kainpun di tubuhnya.
Sahabat bertanya pada Rasulullah SAW berkenaan dengan keadaan manusia di saat itu: Wahai Rasulullah apakah kita malu tidak berpakaian saat itu? (melihat aurat masing-masing) Tidak! Kalian akan sibuk dengan perkara kalian masing-masing, sampai-sampai antara bapak dan anak, suami dengan istrinya, teman dengan temannya tidak bisa saling tolong. Yang dapat memberi pertolongan hanyalah orang-orang yang diberikan izin memberi syafa’at oleh Allah Ta’ala, seperti para Rasul, yang dapat memberi syafa’at kepada kaumnya, juga orang-orang yang mati syahid yang dapat mengajak sanak keluarganya hingga sebanyak 40 orang, namun semua itu kembali pada izin dan ridho Allah SWT.
Jahannam (neraka) itu sudah menunggu orang yang akan masuk. Jahannam pun sama seperti surga merindukan penduduknya. Surga dan neraka itu sudah ada, yang tempatnya hanya Allah yang Maha Mengetahui, sebab di zaman Rasulullah SAW, ketika Isra Mi’raj beliau diperlihatkan bentuk surga dan neraka.

Sudah sunnatullah bahwa kebenaran itu ada, kebatilan juga pasti ada. Ketika kebenaran memegang kekuasaan, maka kebatilan juga memiliki kekuasaan. Orang-orang yang berada dalam kebatilan adalah orang-orang yang sombong dengan harta, keturunan dan kekuasaan. Mereka merasa aman dari azab Allah. Allah lah yang memberikan kelapangan rizki kepada mereka. Sesungguhnya harta dan anak-anak mereka tidak dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah. Yang dapat mendekatkan diri kepada Allah adalah keimanan dan amal solehnya. Sampai-sampai paman-paman dan kerabat Rasulullah SAW, tidaklah bermanfaat. Berapa banyak paman Rasulullah yang tidak beriman? Kalaulah keturunan itu bermanfaat, tentu sudah pasti mereka lebih utama daripada kita. Sungguh yang bermanfaat adalah keimanan dan amal soleh. Kalau ada orang yang mengaku keturunan Rasulullah, maka tidak akan bermanfaat kalau mereka tidak beriman dan beramal soleh. Sama saja dengan orang lain. Cukuplah doa dan penghormatan kepada keluarga Rasulullah disampaikan ketika kita tasyahud dalam sholat. Itu sudah cukup, tidak perlu diagung-agungkan di luar sholat. Jadi yg menjadikan kita menang adalah keimanan dan amal soleh. Bukan keturuan, harta, maupun kekuasaan.

Dahulu ada dua orang jahiliyah di zaman Rasulullah SAW yang selalu mengejek Rasulullah dan mengatakan bahwa risalah Muhammad itu hanya diikuti oleh orang-orang yang hina, bukan dari golongan orang-orang yang kaya. Kemudian teman Rasulullah yang sama-sama pedagang bertanya, manakah orang yang mengikuti kamu wahai Muhammad? Tunjukkanlah mereka kepada saya. Wahai Muhammad dakwah kamu itu untuk apa? Kemana? Lalu Rasulullah SAW menjawab: Saya berdakwah untuk ini, ini, dan ini. Ternyata apa yang didengarnya berbeda dengan apa yang didengarnya dari orang-orang kafir jahiliyah itu. Akhirnya setelah itu ia beriman.
Jadi dakwah Rasulullah tidak hanya diikuti oleh orang-orang hina/ miskin saja, tetapi juga orang-orang kaya banyak yang masuk Islam.

Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwasanya orang yang beriman akan memiliki kamar-kamar yg tinggi di surga. Allah katakan: pahala yang dilipatgandakan adalah: satu amalan soleh akan Allah lipatgandakan 10 (sepuluh) sampai 700 (tujuh ratus) kali. Berbeda dengan keburukan, kalau dikerjakan akan diganjar dengan 1 (satu) keburukan.
Tentang surga, Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, Rasulullah SAW: Sesungguhnya di dalam surga itu ada kamar-kamar, yang dari luar kelihatan dalamnya, dan dari dalamnya kelihatan luarnya. Kemudian orang badui bertanya: Untuk siapa itu? Rasulullah menjawab: Untuk yang bagus perkataannya, yang memberi makan bagi yang membutuhkan, yang senantiasa berpuasa, yang memelihara sholat ketika manusia masih terlelap (qiyamulail/shalat malam).
Kemudian disebutkan juga di ayat itu, tidak ada satupun yang kamu infaqkan di jalan Allah kecuali Allah akan menggantinya.
Dalam Hadits Qudsi Allah SWT berkata kepada Rasulullah SAW: Berinfaqlah kamu wahai Muhammad, maka Aku akan berinfaq juga kepadamu. Berinfaqlah sebanyak-banyaknya dan jangan takut kekurangan dari Allah Yang Memiliki Arasy.
Jadi berapapun yang kita infaqkan tidak akan pernah mengurangi rizki yang Allah berikan. Justru semakin bertambah.

Allah SWT nanti akan bertanya kepada sebagian malaikat dan jin yang disembah manusia, Apakah benar kalian disembah oleh manusia? Tapi malaikat dan jin itu akan berkata kepada Allah: Engkaulah Yang Maha Suci, Yang Maha Menolong kami wahai Tuhan kami. Dan hari itu tidak seorangpun akan memberikan kemudaratan atau manfaat kepada orang lain. Semua kembali kepada keimanan dan amal masing-masing.

Sudah sunnatullah akan selalu ada orang yang membenci dan menghina kebenaran. Rasulullah SAW pun mendapat cacian dan hinaan apalagi kita. Jadi apakah demi tidak dicaci orang kita akan meninggalkan Al Haq?
Kita dilarang mengikuti kebayakan manusia, karena kebanyakan manusia tidak beriman, Jadilah manusia yang istiqomah dalam komitmen dan sabar dalam menjalani jalan haq ini. Walaupun godaan istiqomah itu berat, dan itu bisa didapat dari orang-orang yang terdekat dengan kita seperti orangtua, istri, dan kerabat. Dan hanya orang-orang yang kuatlah yang sanggup bertahan. Pada umumnya orang tidak kuat, mungkin karena tekanan, mungkin karena godaan. Ada orang yang tahan penderitaan, tapi diuji dengan godaan, akhirnya terjerumus, tidak istiqomah, begitupun sebaliknya. Karena itu mohonlah pada Allah untuk menetapkan hati, menguatkan langkah dalam kebenaran ini. Memang strategi kaum kuffar itu merangkul kaum muslimin dengan godaan-godaan. Kalau dengan rangkulan-rangkulan ini muslimin jatuh, maka sudah semakin mudah kaum kuffar menjatuhkan kaum muslimin. Tetapi ada juga orang-orang yang kuat dan tegas, keras menolak rangkulan itu, tapi juga harus diingat bahwa perjuangan tidak berhenti sampai disitu. Apabila tidak mempan dirangkul, ya bisa disiksa bahkan hingga sampai mati. Inilah kematian yang mulia, kematian karena mempertahankan kebenaran.
Memang dlm perjuangan ini salah satu yang dibutuhkan adalah kawan. Kawan ini harus cermat dalam mengenalinya. Pilih-pilihlah kawan. Orang yang mau berteman dengan kita saat senang, belum tentu saat susah ia mau berteman dengan kita. Ada pepatah Arab: Pada saat susah disanalah kamu mengenal siapa saudara atau teman kamu.
Kalau kita sedang banyak uang, maka kita tidak bisa lihat siapa teman, karena memang yang mudah dicari itu kawan ketawa. Ajak saja makan-makan, maka pasti akan banyak yang datang. Tetapi ketika susah, lihatlah apakah mereka masih mau mendampingi. Tidak semua, kecuali hanya segelintir orang yang mau ikut membantu. Itulah teman sejati, siap mendampingi kita ketika kita sedang dilanda kesulitan, termasuk ketika kita sedang lalai dari mengingat Allah, mereka akan mengingatkan dan mengajak kita kembali kepada kebenaran.

Wallahu a'lam.

Subhanakallahumma wabihamdika Asyhaduanlailahailla Anta Astaghfiruka wa atubuilaik.