Jumat, 11 Juni 2010

HADITS-HADITS PALSU TENTANG KEUTAMAAN SHALAT DAN PUASA DI BULAN RAJAB

HADITS-HADITS PALSU TENTANG KEUTAMAAN SHALAT DAN PUASA DI BULAN RAJAB


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2


Apabila kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, bulan-bulan, sepanjang tahun serta malam dan siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mengistimewakan sebagian dari sebagian lainnya dengan keistimewaan dan keutamaan tertentu. Ada bulan yang dipandang lebih utama dari bulan lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa pada siangnya dan sunnah menambah ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada pula yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan yang dihormati, dan diharamkan berperang pada bulan-bulan itu.

Allah juga mengkhususkan hari Jum’at dalam sepekan untuk berkumpul shalat Jum’at dan mendengarkan khutbah yang berisi peringatan dan nasehat.

Ibnul Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul Ma’aad,[1] bahwa Jum’at mempunyai lebih dari tiga puluh keutamaan, kendatipun demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengkhususkan ibadah pada malam Jum’at atau puasa pada hari Jum’at, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum’at dari hari-hari yang lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jum’at itu) dengan puasa yang biasa kalian berpuasa padanya.” [HR. Muslim (no. 1144 (148)) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 980)]

Allah Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang dengan menjanjikan terkabulnya do’a dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa tempat dan masjid yang diutamakan oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan contoh yang benar.

Adapun tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat dan puasa padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus pada bulan Rajab.

Di bawah ini akan saya berikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan Rajab.

HADITS PERTAMA
“Artinya : Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku”

Keterangan: HADITS INI “ MAUDHU’

Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): “Hadits ini maudhu’.” [Lihat Maudhu’atush Shaghani (I/61, no. 129)]

Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:

“Artinya : Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib...”

Keterangan: HADITS INI MAUDHU’

Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): “Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Muhammad bin Sa’id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin ‘Abdullah as-Shan’any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu’. [Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if (no. 168-169)]

Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): “Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: “Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka.” [Al-Maudhu’at (II/125), oleh Ibnul Jauzy]

Imam adz-Dzahaby berkata: “ ’Ali bin ‘Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits.”

Kata para ulama lainnya: “Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-Raghaa'ib.” [Periksa: Mizaanul I’tidal (III/142-143, no. 5879)]

HADITS KEDUA
“Artinya : Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-Qur'an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya’ban seperti keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba.”

Keterangan: HADITS INI MAUDHU’

Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany: “Hadits ini palsu.” [Lihat al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’ (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky (wafat th. 1014 H)]

HADITS KETIGA:
“Artinya : Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh raka’at, setiap raka’at membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian.” Kami berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: ‘Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa.’”

Keterangan: HADITS MAUDHU’

Kata Ibnul Jauzi: “Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya).” [Lihat al-Maudhu’at Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa'idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at (II/89), oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).]

HADITS KEEMPAT
“Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka’at, di raka’at pertama baca ‘ayat Kursiy’ seratus kali dan di raka’at kedua baca ‘surat al-Ikhlas’ seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)”

Keterangan: HADITS INI MAUDHU’

Kata Ibnul Jauzy: “Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang bernama ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah perawi matruk menurut para Ahli Hadits.” [Al-Maudhu’at (II/123-124).]

Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]

HADITS KELIMA
“Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan.”

Keterangan: HADITS INI SANGAT LEMAH

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu’.

Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa'ib, dia adalah seorang rawi yang matruk. [Lihat al-Fawaa-id al-Majmu’ah (no. 290)]
Kata Imam an-Nasa'i: “Furaat bin as-Saa'ib Matrukul hadits.” Dan kata Imam al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir: “Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-Daraquthni.” [Lihat adh-Dhu’afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa'i (no. 512), al-Jarh wat Ta’dil (VII/80), Mizaanul I’tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).]

HADITS KEENAM
“Artinya : Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan ‘Rajab’ airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu.”

Keterangan: HADITS INI BATHIL

Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahany di dalam kitab at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan kepada kami Musa bin ‘Imran, ia berkata: “Aku mendengar Anas bin Malik berkata, ...”

Imam adz-Dzahaby berkata: “Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid adalah rawi yang tidak dikenal dan khabar (hadits) ini adalah bathil.” [Lihat Mizaanul I’tidal (IV/ 189)]

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Musa bin ‘Imraan adalah majhul dan aku tidak mengenalnya.” [Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 1898)]

HADITS KETUJUH.
“Artinya : Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.”

Keterangan: HADITS INI PALSU

Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa'idul Majmu’ah fil Ahaadits al-Maudhu’ah (no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: “Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu’ah, ia berkata: ‘Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu’.’”

Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah:

[1]. ‘Amr bin al-Azhar al-‘Ataky.
Imam an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits.” Sedangkan kata Imam al-Bukhari: “Dia dituduh sebagai pendusta.” Kata Imam Ahmad: “Dia sering memalsukan hadits.” [Periksa, adh-Dhu’afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i, Mizaanul I’tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta’dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan (IV/353)]

[2]. Abaan bin Abi ‘Ayyasy, seorang Tabi’in shaghiir.
Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya).” Kata Yahya bin Ma’in: “Dia matruk.” Dan beliau pernah berkata: “Dia rawi yang lemah.” [Periksa: Adh Dhu’afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I’tidal (I/10), al-Jarh wat Ta’dil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51, no. 142)]

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu ‘Ulwan dari Abaan. Kata Imam as-Suyuthi: “Ibnu ‘Ulwan adalah pemalsu hadits.” [Lihat al-Fawaaidul Majmu’ah (hal. 102, no. 288).

Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits tentang keutamaan Rajab, shalat Raghaa'ib dan puasa Rajab, akan tetapi karena semuanya sangat lemah dan palsu, penulis mencukupkan tujuh hadits saja.

[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Zaadul Ma’aad (I/375) cet. Muassasah ar-Risalah.

----------------------------------------------------------------
HADITS-HADITS PALSU TENTANG KEUTAMAAN SHALAT DAN PUASA DI BULAN RAJAB


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2




PENJELASAN PARA ULAMA TENTANG MASALAH RAJAB

[1]. Imam Ibnul Jauzy menerangkan bahwa hadits-hadits tentang Rajab, Raghaa'ib adalah palsu dan rawi-rawi majhul. [Lihat al-Maudhu’at (II/123-126)]

[2]. Kata Imam an-Nawawy:
“Shalat Raghaa-ib ini adalah satu bid’ah yang tercela, munkar dan jelek.” [Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 140)]

Kemudian Syaikh Muhammad Abdus Salam Khilidhir, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at berkata: “Ketahuilah setiap hadits yang menerangkan shalat di awal Rajab, pertengahan atau di akhir Rajab, semuanya tidak bisa diterima dan tidak boleh diamalkan.” [ Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 141)]

[3]. Kata Syaikh Muhammad Darwiisy al-Huut: “Tidak satupun hadits yang sah tentang bulan Rajab sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab.” [Lihat Asnal Mathaalib (hal. 157)]

[4]. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H): “Adapun shalat Raghaa'ib, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), bahkan termasuk bid’ah.... Atsar yang menyatakan (tentang shalat itu) dusta dan palsu menurut kesepakatan para ulama dan tidak pernah sama sekali disebutkan (dikerjakan) oleh seorang ulama Salaf dan para Imam...”

Selanjutnya beliau berkata lagi: “Shalat Raghaa'ib adalah BID’AH menurut kesepakatan para Imam, tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyu-ruh melaksanakan shalat itu, tidak pula disunnahkan oleh para khalifah sesudah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula seorang Imam pun yang menyunnahkan shalat ini, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, Imam ats-Tsaury, Imam al-Auzaiy, Imam Laits dan selain mereka.

Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang itu adalah dusta menurut Ijma’ para Ahli Hadits. Demikian juga shalat malam pertama bulan Rajab, malam Isra’, Alfiah nishfu Sya’ban, shalat Ahad, Senin dan shalat hari-hari tertentu dalam satu pekan, meskipun disebutkan oleh sebagian penulis, tapi tidak diragukan lagi oleh orang yang mengerti hadits-hadits tentang hal tersebut, semuanya adalah hadits palsu dan tidak ada seorang Imam pun (yang terkemuka) menyunnahkan shalat ini... Wallahu a’lam.” [Lihat Majmu’ Fataawa (XXIII/132, 134)]

[5]. Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah:
“Semua hadits tentang shalat Raghaa'ib pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab adalah dusta yang diada-adakan atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya semuanya adalah dusta (palsu) yang diada-adakan.” [Lihat al-Manaarul Muniif fish Shahiih wadh Dha’iif (hal. 95-97, no. 167-172) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq: ‘Abdul Fattah Abu Ghaddah]

[6]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan dalam kitabnya, Tabyiinul ‘Ajab bima Warada fii Fadhli Rajab:
“Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab dan tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula hadits yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat malam khusus di bulan Rajab.”

[7]. Imam al-‘Iraqy yang mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya’ ‘Uluumuddin, menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat Raghaa'ib adalah hadits maudhu’ (palsu). [Lihat Ihya’ ‘Uluumuddin (I/202)]

[8]. Imam asy-Syaukani menukil perkataan ‘Ali bin Ibra-him al-‘Aththaar, ia berkata dalam risalahnya: “Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan puasa Rajab, semuanya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” [Lihat al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 381)]

[9]. Syaikh Abdus Salam, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at menyatakan: “Bahwa membaca kisah tentang Isra’ dan Mi’raj dan merayakannya pada malam tang-gal dua puluh tujuh Rajab adalah BID’AH. Berdzikir dan mengadakan peribadahan tertentu untuk merayakan Isra’ dan Mi’raj adalah BID’AH, do’a-do’a yang khusus dibaca pada bulan Rajab dan Sya’ban semuanya tidak ada sumber (asal pengambilannya) dan BID’AH, sekiranya yang demikian itu perbuatan baik, niscaya para Salafush Shalih sudah melaksanakannya.” [Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 143)]

[10]. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz, ketua Dewan Buhuts ‘Ilmiyyah, Fatwa, Da’wah dan Irsyad, Saudi Arabia, beliau berkata dalam kitabnya, at-Tahdzir minal Bida’ (hal. 8): “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya tidak pernah mengadakan upacara Isra’ dan Mi’raj dan tidak pula mengkhususkan suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Jika peringatan malam tersebut disyar’iatkan, pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada ummat, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pasti diketahui dan masyhur, dan ten-tunya akan disampaikan oleh para Shahabat kepada kita...

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak memberi nasihat kepada manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik penyampaian dan telah menjalankan amanah Allah dengan sempurna.

Oleh karena itu, jika upacara peringatan malam Isra’ dan Mi’raj dan merayakan itu dari agama Allah, ten-tunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak ada, maka jelaslah bahwa upacara tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya dan Allah mengingkari siapa saja yang berani mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah:

“Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu.” [Al-Maa-idah: 3]

KHATIMAH

Orang yang mempunyai bashirah dan mau mendengarkan nasehat yang baik, dia akan berusaha meninggalkan segala bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Artinya : Tiap-tiap bid’ah itu sesat dan tiap-tiap kesesatan di Neraka.”
[HSR. An-Nasa'i (III/189) dari Jabir radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Sunan an-Nasa'i (I/346 no. 1487) dan Misykatul Mashaabih (I/51)]

Para ulama, ustadz, kyai yang masih membawakan hadits-hadits yang lemah dan palsu, maka mereka digo-longkan sebagai pendusta.

Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Dari Samurah bin Jundub dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang-siapa yang menceritakan satu hadits dariku, padahal dia tahu bahwa hadits itu dusta, maka dia termasuk salah seorang dari dua pendusta.” [HSR. Ahmad (V/20), Muslim (I/7) dan Ibnu Majah (no. 39)]

[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_______
MARAJI’
[1]. Shahih al-Bukhari.
[2]. Shahih Muslim.
[3]. Sunan an-Nasaa-i.
[4]. Sunan Ibni Majah.
[5]. Musnad Imam Ahmad.
[6]. Shahih Ibni Hibban.
[7]. Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H.
[8]. Maudhu’atush Shaghani.
[9]. Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
[10]. Al-Maudhu’at, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
[11]. Mizaanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.
[12]. Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’, oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky.
[13]. Al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh asy-Syaukany, tahqiq: Syaikh ‘Abdurrahman al-Ma’allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1407 H.
[14]. Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at, oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani.
[15]. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqa-lany, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
[16]. Adh-Dhu’afa wa Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[17]. At-Taghib wat Tarhib, oleh Imam al-Mundziri.
[18]. Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
[19]. Al-Laali al-Mashnu’ah, oleh al-Hafizh as-Suyuthy.
[20]. Adh-Dhu’afa wal Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[21]. Al-Jarhu wat Ta’dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim ar-Razy.
[22]. As-Sunan wal Mubtada’at, oleh Muhammad Abdus Salam Khilidhir.
[23]. Asnal Mathaalib fii Ahaadits Mukhtalifatil Maraatib, oleh Muhammad Darwisy al-Huut.
[24]. Majmu’ Fataawa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[25]. Al-Manaarul Muniif fis Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
[26]. Tabyiinul ‘Ajab bimaa Warada fiii Fadhli Rajab, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
[27]. Ihya’ ‘Uluumuddin, oleh Imam al-Ghazzaly.
[28]. At-Tahdziir minal Bida’, oleh Imam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz.
[29]. Misykaatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, takhrij: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.

Rabu, 02 Juni 2010

Hukum Bekerja di Bank

HUKUM BEKERJA DI BANK Prof. Dr. Yusuf Qardhawi

PERTANYAAN

Saya tamatan sebuah akademi perdagangan yang telah berusaha
mencari pekerjaan tetapi tidak mendapatkannya kecuali di
salah satu bank. Padahal, saya tahu bahwa bank melakukan
praktek riba. Saya juga tahu bahwa agama melaknat penulis
riba. Bagaimanakah sikap saya terhadap tawaran pekerjaan
ini?

JAWABAN

Sistem ekonomi dalam Islam ditegakkan pada asas memerangi
riba dan menganggapnya sebagai dosa besar yang dapat
menghapuskan berkah dari individu dan masyarakat, bahkan
dapat mendatangkan bencana di dunia dan di akhirat.

Hal ini telah disinyalir di dalam Al Qur'an dan As Sunnah
serta telah disepakati oleh umat. Cukuplah kiranya jika Anda
membaca firman Allah Ta'ala berikut ini:

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al
Baqarah: 276)

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba) maka ketabuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu ..." (Al Baqarah: 278-279)

Mengenai hal ini Rasulullah saw. bersabda

"Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu
negeri, berarti mereka telah menyediakan diri
mereka untuk disiksa oleh Allah." (HR Hakim)1

Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya agar
memerangi kemaksiatan. Apabila tidak sanggup, minimal ia
harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya tidak
terlibat dalam kemaksiatan itu. Karena itu Islam
mengharamkan semua bentuk kerja sama atas dosa dan
permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu
kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik
pertolongan itu dalam bentuk moril ataupun materiil,
perbuatan ataupun perkataan. Dalam sebuah hadits hasan,
Rasulullah saw. bersabda mengenai kejahatan pembunuhan:

"Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu
dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan
membenamkan mereka dalam neraka." (HR Tirmidzi)

Sedangkan tentang khamar beliau saw. bersabda:

"Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya,
pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya,
dan yang dibawakannya." (HR Abu Daud dan Ibnu
Majah)

Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap:

"Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yang
menerima suap, dan yang menjadi perantaranya." (HR
Ibnu Hibban dan Hakim)

Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan:

"Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberi
makan dengan hasil riba, dan dua orangyang menjadi
saksinya." Dan beliau bersabda: "Mereka itu sama."
(HR Muslim)

Ibnu Mas'ud meriwayatkan:

"Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba
dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang
saksinya, dan penulisnya." (HR Ahmad, Abu Daud,
Ibnu Majah, dan Tirmidzi)2

Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:

"Orang yang makan riba, orang yang memben makan
dengan riba, dan dua orang saksinya --jika mereka
mengetahui hal itu-- maka mereka itu dilaknat
lewat lisan Nabi Muhammad saw. hingga han kiamat."
(HR Nasa'i)

Hadits-hadits sahih yang sharih itulah yang menyiksa hati
orang-orang Islam yang bekerja di bank-bank atau syirkah
(persekutuan) yang aktivitasnya tidak lepas dari
tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa
masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank
atau penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah
menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan
yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana
umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw.:

"Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang
pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan
akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya
maka ia akan terkena debunya." (HR Abu Daud dan
Ibnu Majah)

Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya
dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan
yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi
yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat
diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat Islam.
Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap
dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan guncangan
perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan
bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan
perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap
permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam
ketika mulai mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam
hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama,
apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka
lebar.

Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akan hal ini
hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap
kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat
untuk mengembangkan sistem perekonomian kita sendiri,
sehingga sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh
perbandingan, di dunia ini terdapat beberapa negara yang
tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang berpaham
sosialis.

Di sisi lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di
bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh
orang-orang nonmuslim seperti Yahudi dan sebagainya. Pada
akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.

Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak
semua pekerjaan yang berhubungan dengan dunia perbankan
tergolong riba. Ada diantaranya yang halal dan baik, seperti
kegiatan perpialangan, penitipan, dan sebagainya; bahkan
sedikit pekerjaan di sana yang termasuk haram. Oleh karena
itu, tidak mengapalah seorang muslim menerima pekerjaan
tersebut --meskipun hatinya tidak rela-- dengan harapan tata
perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang
diridhai agama dan hatinya. Hanya saja, dalam hal ini
hendaklah ia rnelaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah
menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan Rabb-nya beserta
umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya:

"Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia
niatkan." (HR Bukhari)

Sebelum saya tutup fatwa ini janganlah kita melupakan
kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah
mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan
saudara penanya untuk menerima pekerjaan tersebut sebagai
sarana mencari penghidupan dan rezeki, sebagaimana firman
Allah SWT:

"... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." (Al Baqarah: 173}

Catatan kaki:
1 Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih isnadnya.
2 Tirmidzi mensahihkannya. Hadits ini diriwayatkan pula
oleh Ibnu Hibban dan Hakim, dan mereka mensahihkannya.

---------
HUKUM BEKERJA DI BANK-BANK RIBAWI DAN TRANSAKSI YANG ADA DIDALAMNYA
>
> Oleh
> Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
>
> Pertanyaan.
> Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum bekerja di
> bank-bank ribawi dan transaksi yang ada di dalamnya ?
>
> Jawaban.
> Bekerja di sana diharamkan karena dua alasan.
>
> Pertama : Membantu melakukan riba
>
> Bila demikian, maka ia termasuk ke dalam laknat yang telah diarahkan
> kepada individunya langsung sebagaimana telah terdapat hadits yang
> shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau :
> "Melaknat pemakan, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua
> saksinya."
>
> Beliau mengatakan "Mereka itu sama saja."
>
> Kedua : Bila tidak membantu, berarti setuju dengan perbuatan itu dan
> mengakuinya.
>
> Oleh karena itu, tidak boleh hukumnya bekerja di bank-bank yang
> bertransaksi dengan. Sedangkan menyimpan uang disana karena suatu
> kebutuhan, maka tidak apa-apa bila kita belum mendapatkan tempat
> yang aman selain bank-bank seperti itu. Hal itu tidak apa-apa dengan
> satu syarat, yaitu seseorang tidak mengambil darinya sebab
> mengambilnya adalah haram hukumnya.
>
> [Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin, Juz II]
>
> [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah
> Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
> Terkini-2, hal 26-27 Darul Haq]

Selasa, 18 Mei 2010

Pandangan

Pandangan menjadi awal malapetaka…

Kejernihan qalbu seketika berubah cepat, dahsyat

Iblis masuk dengan derasnya

Mengubah yang bening menjadi gelap

Merasuk ke dalam meluapkan yang telah dikubur


Ooh pandangan yang menipu…

Kusangka kau benar dan membimbing

ternyata kau jahat dan menjerumuskan

Nyaris kutenggelam dalam buaianmu

Kalau saja cinta Allah tidak menghampiri

Ooh pandangan mata…

Kuingat kisah Abdullah Ibn Baaz yang bersyukur

Kuingat kedalaman ilmu dan akhlak yang memancar dari mata yang terhalang

Kadang ku rasa lebih baik seperti itu

Tapi Allah pasti tahu yang terbaik

Ooh pandangan…

Rasa rindu hidup di zaman Salaf

Firman Allah menjadi naungan

Sunnah kekasih tercinta menjadi teladan

Kapan lagi zaman itu hadir?


Ya Muqollibal Quluub, tsabbit qolbi ‘ala diinik,

Ya Muqollibal Quluub, tsabbit qolbi ‘ala diinik,

Ya Muqollibal Quluub, tsabbit qolbi ‘ala diinik.

–abu mujahid, May 2010-

Senin, 17 Mei 2010

Masih Perlukah Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia?

Masih Perlukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia?

Berikut jawaban saya atas pertanyaan yang disampaikan Dr.Yunus Hussein, S.H. LL.M. dalam perkuliahan hukum perbankan, program magister hukum ekonomi:

a.Bagaimana pendapat Saudara tentang Pembinaan dan Pengawasan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia (“BI”) selama ini?

Tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugas utama dari BI selaku Bank Sentral adalah:

Pertama, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

Kedua, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam kaitannya dengan tugas ini, Bank Indonesia juga memiliki tugas yang hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia, yaitu mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia dengan mencetak uang, mengedarkan serta mengatur jumlah uang beredar. Di sini Bank Indonesia memiliki hak tunggal dalam mengeluarkan uang kertas dan uang logam. Bank Indonesia harus tetap menjaga uang selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, dalam komposisi pecahan yang sesuai, pada waktu yang tepat, dan dalam kondisi yang baik sesuai dengan kebutuhan;

Ketiga Bank Indonesia juga berfungsi mengembangkan sistem perbankan dan sistem perkreditan yang sehat dengan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan.
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana

2. Pelaksana kebijakan moneter;

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);

2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan

3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.

Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.

3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.

4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

Selama ini, fungsi pembinaan dan pengawasan BI secara konsep sebenarnya berjalan cukup baik. Namun, kasus Bank Century terakhir ini, mencuatkan kembali issue lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan oleh BI. Krisna Wijaya dalam KOLOM berjudul Revitalisasi Pengawasan Perbankan menekankan bahwa mungkin saja ada oknum pengawas yang melakukan error omission ataupun error commission. Error omission adalah timbulnya kerugian bank yang diakibatkan adanya unsur kesengajaan manusia untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh BI atau instansi terkait yang mengikat pada tata kelola perbankan. Sementara, error commission adalah timbulnya kerugian bank akibat prosedur bank yang belum sempurna atau pihak bank belum memiliki prosedur sehingga tidak ada larangan atau anjuran yang tegas bagi pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Kesalahan person/orang/Sumber Daya Manusia (“SDM”) harus dimaklumi. Siapa pun sulit untuk mengetahui niat jahat seseorang. Tidak ada alat yang bisa mendeteksi apakah seseorang itu memiliki niat yang baik atau jahat. Selain diperlukan sistem pengawasan yang tepat dan dinamis, diperlukan juga dukungan SDM yang berintegritas tinggi.

Kelemahan pengawasan bank oleh BI dapat terjadi karena simpul-simpul kerawanan dalam pengawasan bank. Pertama, pemilihan Dewan Gubernur BI melalui proses politik di DPR adalah simpul kerawanan utama karena seringkali menimbulkan kontroversi dan rawan berbagai kepentingan politik. Kedua, luasnya cakupan pengawasan bank oleh BI sebagaimana disebutkan sebelumnya dalam jawaban saya ini, dapat menimbulkan kerawanan manakala proses pengambilan keputusan oleh Dewan Gubernur BI, sampai dengan keputusan diambil tidak mampu secara kokoh membentengi diri dari ancaman atau intervensi berbagai kepentingan dan peluang. Ketiga, pengendalian intern yang kredibel dan konsisten terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan bank juga dapat menjadi rawan manakala fungsi ini tidak bekerja secara benar. Hal ini mengingat fungsinya yang mudah diintervensi dan dilumpuhkan karena merupakan subsistem dari kepemimpinan tertinggi. Keempat, budaya kerja merupakan kerawanan kultur yang dapat mewarnai dan melemahkan fungsi pengendalian intern dalam pengawasan bank. Misalnya budaya kerja yang senang dijilat, dikasih “amplop”, menerima suap, malas memeriksa secara detail, dan lain sebagainya.

Kejatuhan dan kegagalan bank kerap terjadi di berbagai belahan dunia, secanggih apapun sistem pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pengawas. Amerika Serikat dan Inggris adalah contoh dua Negara yang sudah sangat canggih dan berlapis system pengawasan perbankannya, namun tetap “kecolongan” dengan praktik-praktik perbankan yang merugikan. Oleh karena itu, kuncinya adalah, siapapun pengawasnya, secanggih atau sehebat apapun lembaga pengawas, keberhasilan pengawasan tergantung dari berbagai pihak yang terlibat.

b.Bagaimana pendapat Saudara tentang Pengawasan dan Pembinaan Bank disatukan di bawah Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) bersama-sama dengan Pengawasan Penyedia Jasa Keuangan lainnya?

Pembentukan OJK adalah amanat dari Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (“UU BI”). Sehingga untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang, maka OJK sebaiknya tetap dibentuk. Oleh karena itu, saya lebih sepakat dengan pendapat sebagaimana dikatakan oleh Sigit Pramono, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), menurut beliau, perlu adanya ide “OJK mini” yang hanya mengawasi perbankan semata-mata. Setelah nanti berjalan beberapa lama, perluasan pengawasan perbankan dan jasa keuangan lainnya bisa mulai melekat secara bertahap. Pendapat Sigit Pramono ini adalah jalan tengah untuk menjembatani pendapat yang pro OJK dan kontra OJK, khususnya dalam hal pengawasan perbankan, apakah masih berada di tangan BI atau berpindah ke tangan OJK. Skenario OJK mini ini lebih mudah dan tidak menimbulkan resiko transisi yang berbahaya. Pertama, organisasi dan SDM serta anggaran sudah tersedia. Kedua, tidak perlu melakukan amandemen UU BI. Ketiga, diperkirakan tidak menimbulkan komplikasi bagi pengawasan bank yang kini masih memegang porsi pasar keuangan sebesar 83%.

Toh apabila ingin dikaji lebih dalam, pembentukan OJK juga tidak menjamin adanya pengawasan yang lebih berkualitas. Sebab, sebagaimana saya katakan dalam jawaban a. tersebut sebelumnya, apapun sistem yang digunakan, jika pelaku-pelaku perbankan terkait pengawasan perbankan tidak becus, maka selama itu pula selalu ada celah bagi kecurangan/penyalahgunaan. OJK juga terbukti gagal di Inggris walaupun relatif sukses di Jepang. Jerman, yang sempat menjadi konsultan pemerintah dalam pembentukan BI yang independen telah kembali berbalik arah ke pengawasan bank oleh bank sentral.

Memang, menurut dokumen Biro Riset infobank, alasan-alasan pemisahan pengawasan bank dari BI dan menggabungkannya ke dalam OJK, antara lain untuk menghindari konflik kepentingan antara kebijakan moneter dan kebijakan pengawasan konglomerasi sektor jasa keuangan di Indonesia di masa depan, dalam hal ini terdapatnya suatu integrasi produk perbankan dan sektor jasa keuangan non bank maupun tindakan yang disebut sebagai regulatory arbitrage. Namun, BI tetap memiliki alasan mengapa mereka masih berharap pengawasan bank masih berada di ketiak BI. Pertama adalah agar akses informasi dapat terjaga dengan mempertimbangkan perkembangan situasi global terkini. Kedua, struktur yang tepat untuk meminimalisasi permasalahan, dengan tetap memperhatikan perkembangan situasi perbankan dan keuangan baik nasional maupun global, adalah struktur yang menempatkan kegiatan operasional pengawasan bank tetap berada di bank sentral, dalam hal ini, BI.

Menurut infobank, jika OJK tetap akan dibentuk, BI mengusulkan agar sistem pengawasan lembaga keuangan ini dapat dituangkan dalam suatu model di mana deputi gubernur BI bidang pengawasan ex-officio akan menjadi anggota dewan komisioner OJK sekaligus sebagai chief supervisory officer otoritas pengawasan bank. Hal ini berarti, sharing informasi dan koordinasi antara OJK dan BI akan berjalan baik karena chief supervisory officer otoritas pengawasan bank dijabat oleh salah satu deputi gubernur BI. Model pengawasan bank yang diberikan kepada lembaga pengawas yang masih menginduk ke BI namun dengan China Wall yang ketat bisa membatasi conflict of interest karena komisionernya berasal dari BI dan Departemen Keuangan. Walaupun model seperti ini, menurut infobank, hanya kompromi politik agar tidak perlu mengamandemen UU No. 3 Tahun 2004 Tentang BI. Model ini sebenarnya untuk menghindari komplikasi dan prospek transisi yang murah, tidak hanya menyangkut biaya tapi juga dampaknya, karena koordinasi dan informasi data masih bisa didapatkan.

Jadi, saya masih sepakat dengan usul Sigit Pramono yang berpendapat perlunya ide OJK mini, yang semata-mata melakukan pengawasan dalam bidang perbankan, namun secara bertahap OJK ini nantinya akan melekat pada dirinya fungsi pengawasan jasa keuangan lainnya, tentu setelah juga melalui proses evaluasi.

c.Bagaimana saran Saudara tentang RUU OJK?

RUU OJK lahir dengan argumentasi untuk memenuhi keinginan kuat adanya otoritas jasa keuangan yang mandiri dan independen.

Jika dimungkinkan adanya perubahan, maka berkaca dari pengalaman Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris atau bahkan Jerman, maka sebaiknya ide OJK ini tidak perlu diteruskan. Sebab kenyataannya, Negara-negara maju tersebut justru kembali pada pemberian kewenangan pengawasan perbankan oleh bank sentral. Pengalaman dan argumentasi mereka lah yang perlu kita pelajari. Hal-hal prinsip apakah yang menyebabkan mereka pada akhirnya kembali pada pemberian kewenangan pengawasan perbankan oleh bank sentral.

Namun, seandainya kita tetap kukuh untuk melaksanakan amanat UU BI, sebaiknya ketentuan pasal yang menyatakan bahwa dewan komisioner sebagai pemimpin OJK yang namanya diusulkan Presiden kepada DPR, pasal ini dihapus saja. Sebab, sebagaimana dikatakan oleh Viraguna Bagoes Oka dalam KOLOM infobank, salah satu, bahkan simpul kerawanan yang utama adalah pintu celah di mana anggota DPR diberikan kesempatan untuk menyetujui atau tidak menyetujui calon dewan gubernur BI. Maka dalam konteks OJK, hal tersebut juga bisa berlaku. Hal ini membuka kemungkinan intervensi politik. Mata publik tidak bisa lagi dibohongi, apalagi sekarang sedang terkuak skandal pelolosan salah satu dewan gubernur BI oleh fraksi tertentu di DPR.

Sebagai gantinya, dewan komisioner sebagai pimpinan OJK, namanya diusulkan oleh Presiden memperhatikan pertimbangan atau saran dari BI, Departemen Keuangan, dan DPR. Tanpa perlu lagi persetujuan DPR. DPR hanya sebatas dimintai saran. Persetujuan menjadi wewenang penuh Presiden dengan tetap memperhatikan saran dari BI, Depkeu, dan DPR.

Usul dari Korea Selatan juga perlu dipertimbangkan oleh Negara kita. Ketika kepala delegasi Korea Selatan yang juga mantan wakil perdana menteri serta menteri strategi dan keuangan Korea Selatan, Okyu Kwon berkunjung ke Jakarta bulan Januari 2010 lalu. Keberadaan Okyu di Indonesia dimaksudkan untuk melaporkan hasil penelitian yang diramu dalam program pemberian rekomendasi kebijakan terhadap negara berkembang atau KSP (Knowledge Sharing Program) yang dikembangkan Departemen Strategis dan Keuangan (MOSF) Korea Selatan. Tidak semua negara mendapatkan program ini, hanya negara-negara yang dianggap memiliki potensi untuk menjadi mitra strategis yang diberi program lengkap konsultasi hingga survei keuangan serta ekonomi ini.

Okyu menyarankan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan terpisah dari Bank Indonesia dan juga pemerintah. Untuk itu, baik pemerintah maupun BI mesti dengan rela melepas sebagian kewenangannya. BI harus melepaskan pengawasannya terhadap perbankan, sedangkan Depkeu harus melepaskan pengawasan terhadap Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Dengan begitu, menurut Okyu, OJK yang didirikan akan berdiri independen.


d.Di Negara mana sajakah ada OJK yang mengawasi seluruh PJK?

Di Inggris, Jepang, Australia. Korea Selatan sempat memiliki OJK, namun menurut Prof.Erman Radjagukguk dalam perkuliahan beliau pada perkuliahan Hukum Investasi dan Pasar Modal dalam program Magister Hukum Ekonomi Universitas Indonesia, Korea Selatan dianggap tidak berhasil menerapkan OJK, karena juga terjadi perdebatan sengit di sana, sehingga OJK berjalan kurang mulus.
Amerika Serikat memperkuat kewenangan The Fed (bank sentral AS) dalam hal pengawasan perbankan dan jasa keuangan lainnya;
Inggris memiliki Financial Service Authority;
Jepang memiliki Japan Financial Service Authority;
Australia memiliki Australian Prudential Regulatory Authority (APRA).


e.Bagaimanakah pengalaman Negara-negara tersebut dalam menerapkan OJK, berhasilkah atau kurang berhasil?

Kurang berhasil.

Seperti di Amerika Serikat, dengan pengawasan yang berlapis dan pelopor pengawasan berbasis resiko bisa terpuruk dalam krisis ekonomi, yang bermula dari macetnya subprime mortgage. Hal ini mencerminkan tetap adanya sisi kelemahan suatu sistem pengawasan, yang dalam hal ini bersumber dari keserakahan pelaku pasarnya. Krisis itu akhirnya membuat AS terpuruk dalam resei serta jatuhnya bank dan lembaga keuangan papan atas yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dalam kasus Amerika Serikat ini, pemicu krisis disebabkan adanya kelemahan pengawasan di bidang nonbank (shadow banking), yang membiarkan akumulasi resiko yang berlebihan pada lembaga-lembaga tersebut. Tercatat sekurangnya 40 bank bangkrut di Amerika Serikat. Sekarang, Amerika Serikat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada The Fed (bank sentral AS). Presiden Obama klebih tegas telah memperluas ruang lingkup pengawasan untuk The Fed karea meyakini bahwa unsure pengawasan terhadap microprudential juga begitu penting.

Inggris pun yang telah memisahkan pengawasan bank dari bank sentralnya tidak luput dari krisis dan mengalami kegagalan bank dalam krisis keuangan global saat ini. Pada kasus Northern Rock di Inggris, Bank of England (BoE) sebagai otoritas yang mempunyai kewenangan memberikan lender of resort tidak dapat mengakses informasi individual bank secara cepat. Pada akhirnya Inggris melalu parlemennya, memberikan kewenangan kembali kepada BoE untuk mengawasi lembaga perbankan dan jasa keuangan. Padahal sebelumnya Financial Service Authority (FSA) diberi kekuasaan untuk mengawasi perbankan dan jasa keuangan lainnya, seperti OJK di Indonesia.

Bahkan Jerman yang menjadi konsultan pemerintah dalam pembentukan BI yang independen, pun sudah berbalik arah kembali pada pengawasan bank ke bank sentral.

Korea Selatan sempat memiliki OJK, namun menurut Prof.Erman Radjagukguk dalam perkuliahan beliau pada perkuliahan Hukum Investasi dan Pasar Modal dalam program Magister Hukum Ekonomi Universitas Indonesia, Korea Selatan dianggap tidak berhasil menerapkan OJK, karena juga terjadi perdebatan sengit di sana, sehingga OJK berjalan kurang mulus.

oo00oo

Rabu, 31 Maret 2010

Obat Penenang Jiwa

Segala puji untuk Allah, Yang telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk dan obat bagi hamba-hamba yang beriman. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Imam orang-orang yang bertakwa, yang telah menguraikan ayat-ayat-Nya kepada segenap umatnya. Amma ba’du.

Saudaraku, sudah menjadi tabiat manusia bahwa mereka menyukai sesuatu yang bisa menyenangkan hati dan menentramkan jiwa mereka. Oleh sebab itu, banyak orang rela mengorbankan waktunya, memeras otaknya, dan menguras tenaganya, atau bahkan kalau perlu mengeluarkan biaya yang tidak kecil jumlahnya demi meraih apa yang disebut sebagai kepuasan dan ketenangan jiwa. Namun, ada sebuah fenomena memprihatinkan yang sulit sekali dilepaskan dari upaya ini. Seringkali kita jumpai manusia memakai cara-cara yang dibenci oleh Allah demi mencapai keinginan mereka.

Ada di antara mereka yang terjebak dalam jerat harta. Ada yang terjebak dalam jerat wanita. Ada yang terjebak dalam hiburan yang tidak halal. Ada pula yang terjebak dalam aksi-aksi brutal atau tindak kriminal. Apabila permasalahan ini kita cermati, ada satu faktor yang bisa ditengarai sebagai sumber utama munculnya itu semua. Hal itu tidak lain adalah karena manusia tidak lagi menemukan ketenangan dan kepuasan jiwa dengan berdzikir dan mengingat Rabb mereka.

Padahal, Allah ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam ayat (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324)

Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Dzikir merupakan sebuah kelezatan bagi hati orang-orang yang mengerti.” Demikian juga Malik bin Dinar mengatakan, “Tidaklah orang-orang yang merasakan kelezatan bisa merasakan sebagaimana kelezatan yang diraih dengan mengingat Allah.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 562). Sekarang, yang menjadi pertanyaan kita adalah; mengapa banyak di antara kita yang tidak bisa merasakan kelezatan berdzikir sebagaimana yang digambarkan oleh para ulama salaf. Sehingga kita lebih menyukai menonton sepakbola daripada ikut pengajian, atau lebih suka menikmati telenovela daripada merenungkan ayat-ayat-Nya, atau lebih suka berkunjung ke lokasi wisata daripada memakmurkan rumah-Nya.

Perhatikanlah ucapan Rabi’ bin Anas berikut ini, mungkin kita akan bisa menemukan jawabannya. Rabi’ bin Anas mengatakan sebuah ungkapan dari sebagian sahabatnya, “Tanda cinta kepada Allah adalah banyak berdzikir/mengingat kepada-Nya, karena sesungguhnya tidaklah kamu mencintai apa saja kecuali kamu pasti akan banyak-banyak menyebutnya.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 559). Ini artinya, semakin lemah rasa cinta kepada Allah dalam diri seseorang, maka semakin sedikit pula ‘kemampuannya’ untuk bisa mengingat Allah ta’ala. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan kondisi batin kita yang begitu memprihatinkan, walaupun kondisi lahiriyahnya tampak baik-baik saja. Aduhai, betapa sedikit orang yang memperhatikannya! Ternyata, inilah yang selama ini hilang dan menipis dalam diri kita; yaitu rasa cinta kepada Allah…

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Pokok dan ruh ketauhidan adalah memurnikan rasa cinta untuk Allah semata, dan hal itu merupakan pokok penghambaan dan penyembahan kepada-Nya. Bahkan, itulah hakekat dari ibadah. Tauhid tidak akan sempurna sampai rasa cinta seorang hamba kepada Rabbnya menjadi sempurna, dan kecintaan kepada-Nya harus lebih diutamakan daripada segala sesuatu yang dicintai. Sehingga rasa cintanya kepada Allah mengalahkan rasa cintanya kepada selain-Nya dan menjadi penentu atasnya, yang membuat segala perkara yang dicintainya harus tunduk dan mengikuti kecintaan ini yang dengannya seorang hamba akan bisa menggapai kebahagiaan dan kemenangannya.” (al-Qaul as-Sadid Fi Maqashid at-Tauhid, hal. 95)

Kalau demikian keadaannya, maka solusi untuk bisa menggapai ketenangan jiwa melalui dzikir adalah dengan menumbuhkan dan menguatkan rasa cinta kepada Allah. Dan satu-satunya jalan untuk mendapatkannya adalah dengan mengenal Allah melalui keagungan nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan memperhatikan kebesaran ayat-ayat-Nya, yang tertera di dalam al-Qur’an ataupun yang berwujud makhluk ciptaan-Nya. Syaikh Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi hafizhahullah berkata, “Sesungguhnya rasa cinta kepada sesuatu merupakan cabang dari pengenalan terhadapnya. Maka manusia yang paling mengenal Allah adalah orang yang paling cinta kepada-Nya. Dan setiap orang yang mengenal Allah pastilah akan mencintai-Nya. Dan tidak ada jalan untuk menggapai ma’rifat ini kecuali melalui pintu ilmu mengenai nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Tidak akan kokoh ma’rifat seorang hamba terhadap Allah kecuali dengan berupaya mengenali nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang disebutkan di dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah…” (Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid al-Asma’ wa as-Shifat, hal. 16)

Hati seorang hamba akan menjadi hidup, diliputi dengan kenikmatan dan ketentraman apabila hati tersebut adalah hati yang senantiasa mengenal Allah, yang pada akhirnya membuahkan rasa cinta kepada Allah lebih di atas segala-galanya (lihat Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid al-Asma’ wa as-Shifat, hal. 21). Di sisi yang lain, kelezatan di akherat yang diperoleh seorang hamba kelak adalah tatkala melihat wajah-Nya. Sementara hal itu tidak akan bisa diperolehnya kecuali setelah merasakan kelezatan paling agung di dunia, yaitu dengan mengenal Allah dan mencintai-Nya, dan inilah yang dimaksud dengan surga dunia yang akan senantiasa menyejukkan hati hamba-hamba-Nya (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 261)

Banyak orang yang tertipu oleh dunia dengan segala kesenangan yang ditawarkannya sehingga hal itu melupakan mereka dari mengingat Rabb yang menganugerahkan nikmat kepada mereka. Hal itu bermula, tatkala kecintaan kepada dunia telah meresap ke dalam relung-relung hatinya. Tanpa terasa, kecintaan kepada Allah sedikit demi sedikit luntur dan lenyap. Terlebih lagi ‘didukung’ suasana sekitar yang jauh dari siraman petunjuk al-Qur’an, apatah lagi pengenalan terhadap keagungan nama-nama dan sifat-Nya. Maka semakin jauhlah sosok seorang hamba yang lemah itu dari lingkaran hidayah Rabbnya. Sholat terasa hampa, berdzikir tinggal gerakan lidah tanpa makna, dan al-Qur’an pun teronggok berdebu tak tersentuh tangannya. Wahai saudaraku… apakah yang kau cari dalam hidup ini? Kalau engkau mencari kebahagiaan, maka ingatlah bahwa kebahagiaan yang sejati tidak akan pernah didapatkan kecuali bersama-Nya dan dengan senantiasa mengingat-Nya.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Akan tetapi ternyata kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, sementara akherat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. al-A’la: 16-17). Allah juga berfirman mengenai seruan seorang rasul yang sangat menghendaki kebaikan bagi kaumnya (yang artinya), “Wahai kaumku, ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepada kalian jalan petunjuk. Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (yang semu), dan sesungguhnya akherat itulah tempat menetap yang sebenarnya.” (QS. Ghafir: 38-39) (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 260)

Apabila engkau menangis karena ludesnya hartamu, atau karena hilangnya jabatanmu, atau karena orang yang pergi meninggalkanmu, maka sekaranglah saatnya engkau menangisi rusaknya hatimu… Allahul musta’aan wa ‘alaihit tuklaan.

Sumber:

Rabu, 24 Februari 2010

Bertaubatlah Berkali-kali Meski Terjebak dalam Dosa Berkali-kali

Allöh berfirman, “Seorang hamba melakukan dosa dan berdo’a, ‘Ya Robbi, aku telah melakukan dosa maka ampunilah aku.’ 
Robbnya berfirman, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Robb yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu”
Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu hingga masa yang telah ditentukan Allöh, hingga orang itu kembali melakukan dosa yang lain. Orang itupun kembali berdo’a, ‘Ya Robbi, aku kembali melakukan dosa, maka ampunilah dosaku.’
Allöh berfirman, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Robb yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu”
Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu hingga masa yang telah ditentukan Allöh, hingga orang itu kembali melakukan dosa yang lain. Orang itupun kembali berdo’a, ‘Ya Robbi, aku kembali melakukan dosa, maka ampunilah dosaku.’
Allöh berfirman, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Robb yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu’... dan silahkan dia melakukan apa yang dia mau...” [Diriwayatkan oleh al-Bukhori dan Muslim lihat: al-Lu’lu’ wa al-Marjan (1754) dan lihatlah: Fathul Baari juz 13 hal. 46 dan setelahnya]
Ini fenomena yang umum terjadi, di masa sekarang ini, dimana senantiasa terjadi tarik-menarik antara kubu para pelaku dosa dan kubu orang-orang yang bertaubat. Masing-masing kubu bersenang hati menerima kehadiran kembali seseorang yang selama ini berpisah dari mereka. Orang-orang yang bertaubat senang menerima hadirnya pelaku dosa yang kembali bertaubat atas dosa-dosanya. Begitu pula, para pelaku dosa akan riang gembira menyambut orang sholih yang kembali menggeluti dosa-dosa lainnya.

Maka, begitu banyak orang yang menjadi korban tarikm-menarik itu. Berapa banyak orang sholih yang akhirnya terjebak dalam dosa, yang dari dosa itu dahulu ia pernah bertaubat. Dan sayangnya, itu terjadi berkali-kali sepanjang hidupnya. Namun, selama ia tulus bertaubat dan ingin memperbaiki diri, tak ada istilah pintu taubat tertutup baginya, selama nyawa belum sampai di kerongkongan, atau matahari belum terbit dari arah barat.

Namun, sekali lagi, hadits itu bukanlah dalil bagi seseorang untuk menunda-nunda taubat, atau meremehkan urusan dosa. Tapi ini fenomena yang bisa saja terjadi pada seseorang, tanpa ia sendiri menginginkannya. Dan bila itu terjadi, ia tidak boleh berhenti bertaubat, selama hayat masih dikandung badan.

Imam Al Qurthubi menjelaskan, ”Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah: kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari ketika pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu ia berarti melanggar taubatnya. Tapi kembali melakukan taubat adalah lebih baik dari taubatnya yang pertama, karena ia berarti terus meminta kepada Allöh Yang Maha Pemurah, terus meminta kepada-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain Allöh...” [Lihat Fathul Baari: 14 : 471. Cetakan: Darul Fikr al Mushawirah As-Salafiyyah]

Sekali lagi, kita sama sekali tidak berhak menunda-nunda taubat, dengan berpegang pada kemurahan Allöh, rahmat dan ampunan Allöh. Allöh memang Maha Pemurah, tapi Allöh juga Maha Perkasa, Maha Hebat siksa-Nya. Kita harus sadar, bahwa kapanpun maut bisa saja menjemput kita.

disarikan dari: http://ummuyahyakdr.blogspot.com/2009/08/bertaubatlah-meski-berkali-kali.html 

Senin, 08 Februari 2010

Waspada! Predator Incar Anak Kita

Rekan-rekan facebookers yang saya muliakan, bagi yang memiliki anak/adik maka harus wapada pada kejahatan melalui dunia internet. Sudah kewajiban kita sebagai kakak/orang tua untuk terus membaca, mencari ilmu, dan meningkatkan pengetahuan kita khususnya dalam seluk-beluk dunia maya untuk memberikan perlindungan maksimal kepada anak/adik kita tercinta. Tentu masih segar dalam ingatan, beberapa waktu lalu pihak berwajib membongkar sindikat perdagangan seks anak-anak remaja (kebanyakan masih sekolah dan mahasiswi) via facebook. Anak-anak remaja ini diiming-imingi uang, dan –salah satunya-- karena lemahnya pembinaan di tingkat keluarga, maka mereka pun terjerumus dalam bujuk rayu Iblis dan manusia-manusia jahat pengikut Setan.

Apalagi jika kita sebagai Sarjana Hukum, maka sudah tugas kita untuk terus mengawal proses legislasi baik di tingkat nasional maupun daerah, dan pelaksanaan hukum di lapangan, termasuk namun tidak terbatas pada memberi edukasi dan penyadaran bagi masyarakat luas akan bahayanya pornografi anak. Bayangkan jika adik atau anak kita sendiri yang menjadi korban, oleh karena itulah diperlukan kerja keras dan kerja sama semua pihak. Termasuk peran kita sebagai anggota keluarga (baik sebagai ayah, ibu, kakak atau adik) untuk membekali diri sendiri dengan keimanan, kemudian senantiasa berusaha menularkan ketaqwaan kepada anggota keluarga yang lain, menjalankan pengawasan yang bijaksana, dan memelihara kedekatan emosional yang baik antar anggota keluarga. Maka keluarga yang bertaqwa kepada Allah SWT tidak akan pernah bosan berdoa kepada Allah memohon perlindungan untuk keluarganya dari kejahatan manusia-manusia jahat di dunia ini, serta terus menerus memelihara ilmu dan pengetahuan akan bahaya dunia ini, dan menjaga hubungan harmonis antar anggota keluarga.

Berikut ini saya sampaikan artikel yang sangat penting, dari Harian KOMPAS, halaman 1, edisi Senin, 8 Februari 2010.

Predator Incar Anak Kita

Semua Pihak Harus Menyadari Ancaman Itu dan Mencari Solusinya

Jakarta, KOMPAS – Pertumbuhan penggunaan internet yang pesat di Indonesia telah diakui membawa pengaruh positif dalam berbagai hal. Namun, masih banyak yang terlupa di sisi lain internet juga berpotensi memberi dampak buruk, khususnya kepada golongan usia anak-anak.

Anak-anak dan remaja menjadi golongan paling rentan tersasar praktik kejahatan siber, seperti pencabulan. Kepala Unit Cyber Crime Badan Reserse Kriminal POLRI Kombes Petrus Reinhard Golose dan peneliti dari Pusat Kajian Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Kahardityo, mengungkapkan hali itu, pekan lalu. Kejahatan siber merupakan kejahatan berbasis teknologi informasi. Meski kerap disebut kejahatan maya, dampaknya nyata. Secara terpisah, keduanya menjelaskan, sejumlah pihak sepatutnya saat ini lebih menyadari ancaman tersebut dan mencari solusinya.

“Anak-anak dan remaja saat ini merupakan golongan masyarakat yang digital native. Sementara itu, generasi orangtua mereka saat ini masih cenderung menjadi digital immigrant. Akibatnya, kesadaran akan potensi negatif yang mengancam anak-anak dan remaja tidak disadari dan diseriusi oleh kalangan dewasa. Sebenarnya telah banyak hal yang bobol dari perhatian kita,” kata Kahardityo.

Anak-anak yang digambarkan sebagai digital native, menurut Kahardityo merupakan kalangan serupa penduduk asli di dunia digital saat ini. Mereka lahir dan tumbuh di era digital yang menjadikan mereka memiliki cara berpikir, berbicara, dan bertindak berbeda dengan generasi sebelumnya yang diibaratkan sebagai digital immigrant. Adapun kalangan orangtua saat ini diasosiasikan sebagai digital immigrant atau penduduk pendatang yang masih berusaha beradaptasi dengan dunia digital. Sekalipun, dunia tersebut awalnya ditemukan dan dikembangkan oleh penemu dari kalangan “imigran” itu sendiri.

Kahardityo mengatakan, mencuatnya berita soal praktik pemcabulan/prostitusi melalui media sosial Facebook yang terungkap di Surabaya, Jawa Timur, oleh polisi beberapa waktu lalu, meruapakan potret fenomena gunung es soal kejahatan siber berwujud pornografi yang menimpa anak atau remaja. Praktik yang lebih parah diyakini sebenarnya telah banyak terjadi, tetapi masih terkubur.

“Germo-germo digital, Bandar narkoba digital, judi digital, sekarang sudah bertumbuhan subur di Indonesia jika kita menelisik dan mengamati kehidupan di internet,” kata Kahardityo yang aktif mengamati pengaruh internet dalam kehidupan masyarakat.

Hasil riset

Berdasarkan hasil riset Yahoo di Indonesia yang bekerja sama dengan Taylor Nelson Sofres pada tahun 2009, pengguna terbesar internet adalah usia 15-19 tahun, sebesar 64 persen. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, usia 0-18 tahun tergolong usia anak-anak. Riset itu dilakukan melalui survey terhadap 2000 responden. Sebanyak 53 persen dari kalangan remaja itu mengakses internet melalui warung intermet (warnet), sementara sebanyak 19 persen mengakses via telepon selular.

Sebagai gambaran, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada 2009 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai 25 juta. Pertumbuhannya setiap tahun rata-rata 25 persen. Riset Nielsen juga mengungkapkan pengguna Facebook pada 2009 di Indonesia meningkat 700 persen disbanding pada tahun 2008.

Sementara pada periode tahun yang sama, pengguna Twitter yahun 2009 meningkat 3.700 persen. Sebagian besar pengguna interent berusia 15-39 tahun. Masyarakat Indonesia pengguna internet juga cenderung menghabiskan waktu lebih lama di internet dibanding tahun sebelumnya.

Senada dengan Kahardityo, Golose juga mengatakan, mengingat “kodrat” praktik kejahatan selalu mengikuti perkembangan teknologi, dunia siber merupakan ladang subur praktik kejahatan pada masa kini dan masa mendatang. Berbagai bentuk kejahatan konvensional bertransformasi ke dunia siber untuk memperluas cakupan secara efisien dan lintas batas/transnasional. Kejahatan siber menjadi sebuah keniscayaan zaman saat ini.

“Namun, kejahatan siber berkarakter memiliki fear of crime atau rasa terancam yang rendah sehingga itu membuat ancamannya kerap tidak disadari. Padahal, dampak kejahatan siber bisa secara nyata menjadi destruktif. Salah satu yang kita lupa adalah ancaman pornografi anak atau kejahatan seksual pada anak-anaka melalui internet. Sementara masyarakat kita masih sibuk dengan isu pornografi dewasa,” kata Golose.

Seks Virtual

Rendahnya kesadaran akan ancaman tersebut tercermin pula dari minimnya laporan polisi terkait
kejahatan seksual terhadap anak-anak melalu internet. Meski demikian terdapat beberapa kasus yang pernah ditangani polisi berdasarkan informasi dari kepolisian di luar negeri, mengingat praktik kejahatan siber yang lintas batas Negara.

Golose mencontohkan, kejahatan seksual yang bisa menimpa anak-anak, misalnya, pelecehan seksual terhadap anak-anak melalui chat room dan media social seperti Facebook, Friendster, Twitter, dan lain-lain. Bentuknya mulai dari tak adanya kontak fisik, sampai yang berlanjut pada kontak fisik seperti yang terjadi di Surabaya.

Salah satu contoh chatting cabul di berbagai chat room. Unsur cabul itu bisa dimulai secara teks ataupun visual, baik foto maupun gambar video. Perangkat webcam sangat berpotensi memuluskan praktik pencabulan.

“Seperti contohnya virtual seks. Anak-anak chat dengan orang dewasa yang lalu menyuruhnya
membuka baju, memperagakan suatu adegan, dan sebagainya. Lalu, itu semua direkam oleh pelaku
untuk dinikmati sendiri ataupun dengan sesamanya, baik gratis maupun diperjualbelikan,” papar Golose.

Golose mengingatkan, orangtua kerap lengah ketika anak-anak mereka asyik berinternet, baik di rumah, melalui ponsel, maupun di warnet. Secara fisik anak tampak anteng dan baik-baik saja di depan perangkat digital, tetapi mereka boleh jadi telah terpapar hal-hal yang membahayakan, sekalipun fisiknya tidak terlihat tengah dalam kondisi yang berbahaya.

Pencabulan melalui internet itu besar kemungkinan akan berakhir pula di dunia nyata, misalnya pada akhirnya pelaku (predator anak) mengajak sang anak untuk bertemu.

“Sejauh ini, ancaman kejahatan seksual terhadap anak-anak melaui internet dilindungi melauli UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Pasal 27 ayat 1. Namun, merebaknya kasus Prita membuat banyak orang ingin merevisi pasal itu, yang di ayat tiganya memuat soal pencemaran nama baik,” ujar Golose.

Golose menyayangkan “efek samping” dari kasus Prita Mulyasari versus RS Omni Internasional, membuat sebagian masyaratakt merasa perundangan tersebut sebagai momok bagi masyarakat pengguna internet tanpa melihat fungsi positifnya.

“Jangan karena abuse of power pengguna pasalnya lantas seolah semua UU nya ditolak. Masyarakat jadi seperti tidak mau di atur di dunia siber, padahal kalau mengingat anak-anak, mereka kelompok paling rentan di dunia siber, “kata Golose.

Di Negara maju, meskipun masyarakatnya amat melek internet, anak tetap terproteksi melalui perangkat hukumnya. Seseorang dapat dikenai hukuman amat berat jika kedapatan menyimpan gambar anak dengan pose erotis. Di bandara, petugas juga kerap memeriksa laptop penumpang untuk memeriksa materi bermuatan pornografi anak.

Penyidik dari Unit Cyber Crime Ajun Komisaris Besar Faizal Thayeb menjelaskan, saat ini polisi belum terlalu banyak menangani masalah kejahatan seksual terhadap anak-anal melalui internet karena minimnya pengaduan. Beberapa kasus yang pernah ditangani misalnya, kasus pornografi anak melalui situs www.jualtocil.com, yang terbongkar Oktober 2009. Situs itu dibuat dan dikelola oleh warga Indonesia, berisi gambar anak-anak dari berbagai Negara.

Berdasarkan penyidikan, tingginya konseumen di Indoensia yang memesan rekaman gambar dari pengelola situs itu dapat diindikasi peminat pornografi anak di Indonesia kian tumbuh.

Menurut Faizal, polisi dapat mengungkap kasus itu atas kerja sama dengan Australian Federal Police dan US Immigrationand Customs Enforcement Attache Singapore. “Laporan soal praktik kejahatan seksual terhadap anak di internet selama ini kerap karena laporan dari luar negeri. Kejahatan ini borderless, lintas batas,” kata Faizal.

Pengelola situs yang memuat pencabulan anak-anak selama ini kerap memakai server di luar negeri. Meski demikian, kerja sama polisi antarnegara terkait pornografi anak dan terorisme menjadi prioritas penting kepolisian di Negara-negara maju.
--------------------------
------------------------
Insya Allah dalam note selanjutnya, akan saya sajikan kepada pembaca terhormat, sebuah artikel, masih dari Harian KOMPAS, edisi Senin, 8 Februari 2010, halaman 26 tentang TIPS MENANGKAL “PREDATOR” ONLINE, dan mengetahui sejauh mana PASAR MENGGIURKAN BAGI “PREDATOR” ONLINE di INDONESIA.

Saya tidak/ belum mengetahui bagaimana hukum Islam mengatur Pelaku Perdagangan atau Eksploitasi Seksual Anak. Tetapi jika kita masuk dari sisi ta’zir (ta’zir adalah salah satu pintu kemudahan yang diberikan Hukum Pidana Islam untuk sanksi bagi perbuatan pidana yang tidak diatur secara jelas di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi, serta yurisprudensi terdahulu) maka ada kemungkinan untuk menghukum mati pembuat situs porno anak, pelaku perdagangan atau eksploitasi seksual terhadap anak via internet. Kalau hukuman mati dirasa terlalu berat, maka bisa juga dilakukan hukuman cambuk dan diasingkan ke luar Indonesia selama setahun. Untuk pelaku pemerkosaan, pelaku zina (kontak fisik langsung) maka hukumannya sudah jelas, yaitu hukuman mati bagi pemerkosa yang sudah menikah/pernah menikah. Dan cambuk 100 kali bagi yang belum menikah plus diasingkan selama setahun ke luar negeri. Saya yakin, insya Allah, jika hukum ini terealisasi, maka akan membuat efek jera yang amat sangat, dan jelas pelaku kejahatan dunia maya akan berpikir ulang 100 kali untuk berbuat jahat.

Ya Allah,lindungilah diri dan keluarga kami dari kejahatan setan dan manusia-manusia jahat di dunia ini. Berilah kami semua, petunjuk dan kekuatan untuk bersama-sama berperang melawan kebejatan manusia-manusia jahat. Ya Allah, ampuni diri-diri kami yang lalai menjalankan hukum Mu, tak ada tempat meminta dan memohon kecuali kepada Mu, hancurkanlah kejahatan dengan sehancur-hancurnya. Allahumma Amiin.

Jumat, 05 Februari 2010

Tertipu Dunia

Duhai Saudaraku, yang sudah, atau akan memasuki dunia kerja, semoga Allah memberkahi kita semua, memberikan perlindungan dan kekuatan istiqomah sampai akhir hayat berpegang teguh pada buhul tali Allah yang kokoh dalam menapaki fitnah kehidupan dunia ini...

Terlalu banyak keburukan dunia ini, sehingga banyak Saudara kita terjerumus di dalamnya, tertipu dengan kesenangan semu di dalamnya. Dunia membuat bintik hitam dalam hatinya semakin banyak dan gelap. Bashirah semakin pudar dan tumpul, dan perlahan semakin meninggalkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala --naudzubillahiminzalik--

Tertipu dengan uang, kekuasaan, sehingga yang dari keluar dari lisannya tidaklah lagi kalamullah wa qola Rosulillah Shalallahu 'alaihi wasallam. Tapi duit, duit, dan duit. Untuk dunia, dia bisa kerja keras, ontime, dan berlama-lama, tapi ketika Allah Ta'ala memanggil, ia lalai, tak peduli, bahkan kerap mengakhirkan panggilan Allah Ta'ala. Tak pernah lagi Masjid menjadi tempat ia menunggu shalat berjamaah, dzikir pagi dan petang tak pernah lagi terlihat menghiasi lisannya, tak lagi peka pada penderitaan sesamanya, menjadi pelaku bahkan penganjur ketidakjujuran, bahkan Allah cabut dari wajahnya tanda-tanda keshalihan. --naudzubillah--

Dahulu, si Fulan adalah seorang Muslim yang ta'at, sederhana, bahkan sangat perhatian pada saudara-saudaranya. Tetapi ketika mengenal dunia, ia tak lagi bertegur sapa. Mobilnya yang mentereng melaju kencang meninggalkan senyum saudaranya di belakang. Tak ada lagi kabar hangat darinya yang biasanya menghiasi inbox handphone.

Sementara si fulanah, yang dahulu menjaga hijab lebarnya, sekarang semakin mengecil, bentuk aurat diperlihatkan dirinya. Bahkan kata seorang Sahabat, seorang muslimah menanggalkan jilbabnya ketika terjun bebas dalam dunia kerja. Dan muslimah ini menyesali dirinya yang sempat menutup aurat, bahkan menganggap masa-masa keshalihannya adalah masa-masa kelam dalam dirinya. --innalillahi wa inna ilaihi roji'un--

Ya Saudaraku, ketahuilah bahwa dunia hanyalah kesenangan yang menipu, permainan dan senda gurau. Berbangga dengan banyaknya harta dan keturunan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'anul Karim, Surah Al-Hadiid ayat 20:

"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."

Duhai Saudaraku, rajinlah menghadiri majelis ilmu syar'i, Pilihlah kawan dan sahabat yang senantiasa mengingatkanmu pada kehidupan setelah kematian, yang mengajakmu bangkit ketika kau terjatuh, yang memberi kabar gembira dari Allah ketika kau bersedih, Sesungguhnya kita tidak pernah tahu kapan Allah akan memanggil kita dan meminta pertanggungjawaban kita, Sesungguhnya kita tidak pernah mengetahui tempat duduk kita apakah di surga Nya kelak, atau di neraka -wal iyadzubillah-

Duhai Saudaraku, ingatlah senantiasa pemutus kelezatan, yaitu kematian. Ingatlah saat-saat nanti kita di dalam kubur hanya ditemani kain kafan dan belatung. Ruang tanah yang sempit, pengab, dan gelap. Tak ada perniagaan, harta, keluarga, rumah, mobil, teman gaul kita yang ikut serta, kecuali perniagaan dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang tak pernah mengenal kata "rugi", berupa amal shalih kita di dunia.

Duhai Saudaraku, hadirkanlah senantiasa dalam benak kita, siksa kubur bagi orang-orang yang lalai. Ketika Mungkar dan Nakir hadir membawa palu raksasa, siap memukul wajah yang tak mampu menjawab pertanyaan mereka. Ketika kubur disempitkan dan meremukkan tulang rusuk orang yang ingkar. Renungkan dalam-dalam dan bayangkanlah siksa panas api neraka dan kesulitan melewati sirath bagi mereka yang meninggalkan Allah Ta'ala.

Dan cukuplah nasihat Al-Hasan al-Bashri -rahimahullah- kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah, beliau berkata,

“Amma ba'du: Dunia adalah sebuah perjalanan, bukan tempat menetap. Allah menurunkan Adam ke dunia sebagai balasan atas apa yang dia lakukan, maka berhati-hatilah wahai Amirul Mukminin, karena sesungguhnya bekal dunia adalah dengan meninggalkannya dan kekayaannya adalah kefakirannya. Setiap saat ada yang terbunuh di dalamnya, terhinalah orang yang memuliakannya, dan fakirlah orang yang mengumpulkannya. Ia bagaikan racun mematikan yang diminum oleh orang yang tidak mengetahuinya, maka jadilah engkau seperti orang yang sedang mengobati luka, dia merasakan demam dalam waktu yang singkat karena merasa takut akan sesuatu yang menyakitkan dalam waktu yang lama dan bersabarlah menelan obat karena takut akan musibah yang berkepanjangan.

Berhati-hatilah terhadap alam yang menipu dan penuh dengan hayalan ini, sebuah alam yang dihiasi dengan tipuan, dilukiskan dengan sebuah angan-angan sehingga semua materi duniawi ini menjadi mulia bagaikan seorang pengantin yang cantik menawan. Semua mata dan hati memandang kepadanya dan jiwa pun merasakan kerinduan yang mendalam kepadanya, akan tetapi dia adalah seorang pembunuh yang membunuh suaminya.

Tidak ada seorang pun yang bisa mengambil pelajaran atas sesuatu yang telah berlalu darinya dan tidak ada seorang pun yang merasa takut atas apa yang menimpa orang sebelumnya. Tidak ada seorang pun yang mengenal Allah ketika hal itu disebutkan kepadanya sehingga dia mengingat-Nya. Orang yang rindu akan dunia dengan mendapatkan kebutuhannya sehingga dia menjadi lupa dan lalai, dia disibukkan dengannya sehingga hampir saja kedua kakinya terpeleset, yang berakhir kepada sebuah penyesalan dan kerugian yang sangat besar. Dia keluar tanpa membawa bekal, lalu mempersembahkan sesuatu tanpa alas.

Berhati-hatilah wahai Amirul Mukminin! Jadilah engkau sebagai orang yang paling tertawan di dalamnya. Berhati-hatilah! Karena orang yang mendapatkan dunia, setiap kali dia menginginkan sebuah kesenangan, maka hanya sesuatu yang mereka bencilah yang didapatkan, kemegahan mengantarkannya kepada sebuah bencana, keabadian yang mereka harapkan hanyalah sebuah bayangan semu, kebahagiaan mereka teracuni oleh kesedihan, sesuatu yang pergi tidak akan bisa kembali, dan dia pun tidak akan tahu apa yang akan dia dapatkan. Angan-angannya adalah kebohongan, harapannya adalah kebathilan, kejernihannya adalah kekeruhan, kehidupannya adalah kesengsaraan, dan semua manusia hidup di dunia dalam keadaan yang membahayakan.

Nabimu, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditawarkan kunci dan gudang harta dunia, akan tetapi beliau menolaknya, dia tidak mau mencintai sesuatu yang dibenci oleh Penciptanya atau memuliakan sesuatu yang dihinakan oleh Malik (Raja)nya. Dunia dihamparkan kepada orang-orang shalih sebagai cobaan bagi mereka dan dibentangkan kepada musuh-musuh Allah sebagai tipuan. Diriwayatkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada Musa Alaihissalam, ‘Jika engkau melihat kekayaan yang memihak, maka katakanlah, ‘Ini adalah sebuah dosa yang disegerakan,’ dan jika engkau melihat sebuah kefakiran, maka katakanlah, ‘Selamat datang syi’ar orang yang shalih.’”

Duhai Saudaraku, apabila engkau terlanjur terjatuh, maka segeralah bangkit dan kembali kepada Allah Ta'ala. Aku kabarkan berita gembira kepadamu, karena sebaik-baik orang yang terjatuh dalam dosa adalah yang kembali bertaubat kepada Allah Ta'ala. Dan ketahuilah bahwa "Sesungguhnya Allah sangat suka orang yang kembali ke jalan Nya dan mensucikan dirinya" (Q.S. Al-Baqarah:222). Bahkan Allah lebih suka, Allah lebih gembira dengan taubat seorang hamba-Nya, dibanding dengan kegembiraan salah seorang dari kalian yang menemukan untanya, yang telah hilang di padang pasir yang luas. (Diriwayatkan Al-Bukhari, “Fathul Bari” XI/102 dan Muslim IV/2104.)

Dan sungguh, tidaklah aku merasa sebagai orang yang suci,sempurna, dan shalih --walaupun aku berharap agar Allah memasukkan kita semua ke dalam golongan orang-orang shalih--, maka nasihatilah aku ketika kau melihat aku dalam kesesatan. Cintailah aku ketika aku terjatuh, maka nasihatmu adalah kegembiraan dan kerinduan bagiku.

Semoga bermanfaat, semoga Allah menjaga kita semua.

Minggu, 31 Januari 2010

Tobatnya Shahabat Anshar yang Melihat Wanita Mandi

Kisah ini disalin apa adanya dari http://eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/tobatnya-shahabat-anshar-yang-melihat-wanita-mandi.htm oleh Ustadz Mashadi
------------------------------------------------------------------------------------

Betapa generasi shalafus shalih telah melahirkan orang-orang yang terbaik di zamannya, yang sangat sulit akan ditemukan di zaman ini. Seperti diriwayatkan dari jabir bin Abdullah al Anshari radhiyallahu anhu: “Ada seorang pemuda Anshar masuk Islam, bernama Tsa’labah bin Abdurrahman”, ucapnya. Pemuda itu sangat senang dapat melayani Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Suatu ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk suatu keperluan, maka pemuda itu melewati sebuah pintu rumah lelaki Anshar, dan pemuda itu melihat seorang wanita Anshar sedang mandi. Lalu, pemuda yang bernama Tsa’labah itu, takut kalau Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan memberitahukan tentang perbuatannya, maka ia pun lari sekencang-kencangnya menuju gunung-gunung yang ada antara Mekah dan Madinah untuk bersembunyi.

Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kehilangan Tsa’labah selama empat puluh hari, maka turunlah Jibril alaihis sallam kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam dan berfirman kepadamu , “Sesungguhnya ada seorang lekaki dari umatmu telah berada di gunung-gunung ini memohon perlindungan kepada-Ku”.

Maka, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Wahai Umar dan Salman carilah Tsa’labah bin Abdurrahman dan bawalah ia kepadaku”. Selanjutnya, Umar bersama dengan Salman berjalan keluar dari jalan-jalan Madinah, dan bertemu dengan seorang pengembala di Madinah bernama Dzufafah, dan Umar bertanya kepadanya, “Apakah kamu tahu seorang pemuda yang berada di gunung ini, namnya Tsa’labah?”. Dzufafah menjawab, “Barangkali maksudmu adalah lelaki yang lari dari neraka jahanam?”. Umar bertanya, “Apakah yang kamu maksudkan bahwa ia lari dari neraka jahanam?”.

Dzufafah menjawab, “Karena, jika di waktu malam telah tiba, maka ia datang kepada kami dari tengah gunung-gunung ini dengan meletakkan tangannya diatas kepalanya sambil berteriak, “Wahai, seandainya, Engkau cabut nyawaku, dan Engkau matikan tubuhku, dan tidak membiarkan untuk menunggu keputusan takdir-Mu”. Dan, Umar menjawab, “Dialah lelaki yang kami maksudkan”, ucapnya. Kemudian, Umar datang kepadanya dan mendekapnya, dan Tsa’labah bekata, “Wahai Umar. Apakah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, tahu tentang dosaku?”. Umar menjawab, “ Saya tidak tahu, hanya kemarin beliau menyebutmu, lalu menyuruhku dengan Salman mencarimu”. Tsa’labah berkata, “Wahai Umar, janganlah engkau bawa aku kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali beliau sedang shalat. Maka, Umar segera kedalam barisan shalat bersama dengan Salman. Dan, ketika Tsa’labah mendengar bacaan Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam jatuh pingsan.

Ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah salam, Beliau bersabda, “Wahai Umar, wahai Salman apa yang dilakukan Tsa’labah?”. Keduanya menjawab, “Ini dia Rasulullah”. Kemudian, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri menggerak-gerakan badan Tsa’labah, dan membangunkannya”. Lalu, Rasulullah bertanya, “Mengapa engkau menghilang dariku?”. “Dosaku sangat besar, wahai Rasulullah”, ucap Tsa’labah. Dan, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Tidakkah aku pernah tunjukkan kepadamu ayat yang menerangkan penghapusan dosa dan kesalahan”. “Ya, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Bacalah”. “ …Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. (al-Baqarah : 201).

Tsa’labah berkata, “Wahai Rasulullah, dosaku sangat besar”. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bahkan firman Allahlah yang paling besar”. Kemudian, beliau menyuruhnya pulang ke rumahnya. Sejak itu, Tsa’labah sakit selama delapan hari, kemudian datang Salman kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata, “Wahai Rasulullah, sudah tahukah engkau berita tentang Tsa’labah? Sesungguhnya, ia sedang sakit keras, karena perasaan dosanya”. “Marilah kita menjenguknya”, ucap Rasulullah.

Sesudah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, sampai di rumah Tsa’labah, meletakkan kepala Tsa’labah diantas pangkuannya. Tetapi, setiap kepalanya diletakkan dipangkuan Rasulullah, selalu Tsa’labah menggesernya. “Kenapa kamu geserkan kepalamu dari pangkuanku?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Kapalaku penuh dengan dosa, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya , “Apakah yang kamu lakukan?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Seperti rayap dan semut berada diantara tulang, daging dan kulitku”, jawab Tsa’labah. “Apakah yang kamu senangi?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Ampunan Tuhanku”, jawab Tsa’labah.

Kemudian, Jabir berkata, “Ketika itu turunlah Jibril Alaihisallam, mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam padamu, dan berfirman, “JIka hamba-Ku ini menemui-Ku dengan dosa sejengkal tanah, maka Aku akan menemui dengan sejengkal ampunan”. Ketika itu, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahu Tsa’labah, dan seketika itu, Shahabat Tsa’labat menjerit, karena senang, dan kemudian meninggal.

Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyuruh para Shahabat lainnya,memandikan dan mengkafaninya. Ketika, beliau meshalatinya, belaiu datang berjalan dengan merangkak. Ketika dimakamkan, beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, kami melihatmu berjalan merangkak”. Kemudian, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan haq, aku tidak bisa meletakkan kakiku diatas bumi, karena banyaknya malaikat yang turun mengantarkan jenazah Tsa’labah”.  Wallahu’alam.